Entri Populer

Jumat, 22 April 2011

Laporan Bedah Buku dan Analisis Filsafat


kemarin ini tugas bedah buku mata kuliah "Pengantar Filsafat". kalo temen2 laain pengen makalah ini, jangan lupa ya daftar pustakanya.....!!!! jangan jadi plagiyator ok...












KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas terselesaikannya tugas mata kuliah Pengantar Filsafat. Kami selaku Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyelesaian laporan ini. Dalam penyusunan resume buku ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan laporan ini tidak lain berkat bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak, sehingga kendala-kendala yang kami hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
Dosen mata kuliah Pengatar Filsafat yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada penulis sehingga penulis termotivasi dan dapat menyelesaikan tugas ini.
Semoga laporan hasil resume buku ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan khususnya bagi kami selaku penulis.


Jakarta, 16 Desember 2010 
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
PEMBAHASAN 4
BAB I PERKEMBANGAN KOMUNIKASI DARI FENOMENA KE ILMU 4
A. Studi Fenomena Pernyataan Manusia 4
1. Retorika 4
2. Publizistik Wissenschaft 5
3. Communication Science 6
B. Perintis dan Bapak Ilmu Komunikasi 7
BAB II HAKIKAT KOMUNIKASI 8
A. Pengertian Komunikasi 8
B. Proses Komunikasi 8
C. Faktor-Faktor Penunjang Komunikasi Efektif 10
D. Hambatan Komunikasi 11
E. Evasi Komunikasi 12
F. Lingkup Komunikasi 12
BAB III TATANAN KOMUNIKASI 14
A. Komunikasi Pribadi 14
B. Komunikasi Kelompok 15
C. Komunikasi Massa 16
BAB IV PERS DAN JURNALISTIK 18
A. Pers Sebagai Lembaga Sosial 18
B. Pengertian dan Ciri Pers 19
C. Fungsi Pers 19
D. Jurnalistik Dari Masa Ke Masa 20
BAB V RADIO SIARAN 22
A. Radio Siaran Sebagai Sarana Hiburan, Penerangan, Pendidikan dan Propaganda 22
B. Radio Siaran Internasional 22
C. Radio Siaran di Indonesia 24
BAB VI FILSAFAT KOMUNIKASI 26
A. Hakikat Filsafat Komunikasi 26
B. Manusia Sebagai Pelaku Komunikasi 32
C. Pikiran Sebagai Isi Pesan Komunikasi 36
D. Komunikasi Sebagai Interaksi Simbolik 40
E. Telaah Filsafat Terhadap Teknologi Media Komunikasi 42
F. Mazhab Frankfurt Versus Mazhab Chicago 44
ANALISIS PEMBANDING 46
DAFTAR PUSTAKA 56 
BAB I
PERKEMBANGAN KOMUNIKASI DARI FENOMENA KE ILMU
A. Studi Fenomena Pernyataan Antar Manusia
Ketika Adam a.s. dan Hawa oleh ALLAH SWT diturunkan ke dunia, manusia pertama dan kedua yang menjadi suami istri itu dalam keadaan terpisah, sehingga satu sama lain saling mencari. Setelah berhari-hari dan bermalam-malam turun-naik bukit menjalajahi hamparan pasir akhirnya kedua insan itu bertemu di suatu padang tandus dekat sebuah bukit. Padang itu dinamakan Padang Arafah dan bukit itu pun dikenal dengan nama Jabal Rahmah, oleh karena perjumpaan suami istri itu menimbulkan lagi rasa kasih sayang yang tiada terhingga.
Betapa girangnya kedua insan itu tidak bisa dijelaskan melalui kata-kata, tetapi yang jelas pengungkapan isi hati yang sekian lama terpendam itu merupakan pernyataan antarmanusia yang sangat bermakna. Fenomena tersebut di kelak kemudian hari menjadi bahan telaah manusia-manusia berikutnya sebagai keturunan Adam a.s. dan Hawa itu.
Apabila pada munculnya pengungkapan pikiran dan perasaan manusia pertama dan kedua itu berkisar pada kepentingan individual yang sederhana, maka pada masa-masa berikutnya, jumlah manusia semakin lama semakin banyak dan menjadi suatu masyarakat yang luas dan kompleks sehingga antar satu sama lain tidak lagi saling mengenal secara akrab, bahkan tidak jarang terjadi pertengkaran. Maka dalam interaksinya manusia-manusia dalam masyarakat itu ketika saling menyampaikan pikirannya tidak lagi memberitahu agar lawan bicaranya tahu, tidak lagi member pengertian agar lawan cakapnya mengerti, tetapi mempengarruhi agar lawan perbincangannya melakukan sesuatu.
Sampai sekitar 500 SM, fenomena sosial seperti itu belum ada yang menelaah dan belum ada ilmunya untuk menelaahnya.

1. Retorika
Pada abad ke-5 Sebelum Masehi, untuk pertama kali dikenal suatu ilmu yang mengkaji proses pernyataan antarmanusia sebagai fenomena sosial tadi. Ilmu ini dinamakan “rhetorike” yang dikembangkan di Yunani Purba, yang kemudian pada abad-abad berikutnya dimekarkan di Romawi dengan nama “rhetorika” yang diserap kedalam bahasa Indonesia menjadi retorika.
Di Yunani, Negara pertama yang mengembangkan retorika dipelopori oleh Georgias(480-370) yang dianggap sebagai guru retorika pertama dalam sejarah manusia yang menpelajari dan menelaah proses pernyataan antarmanusia.
Dimulainya pengembangan retorika sebagai seni bicara di Yunani itu, adalah ketika kaum sofis di saat mengembara dari tempat yang satu ke tempat lain, mengajarkan pengetahuan mengenai politik dan pemerintahan. Kaum sofis menyatakan bahwa pemerintah harus berdasarkan suara rakyat terbanyak atau demokrasi yang berarti pemerintah rakyat. Untuk itu diperlukan pemilihan.maka kadang berkembanglah seni pidato, yang demi tercapainya tujuan membenarkan pemutarbalikan kenyataan; yang penting khalayak tertarik perhatiannya dan terbujuk.
Filsafat sofisme oleh Georgias berlawanan dengan pendapat Protagoras (500-432) dan Socrates (469-399). Protagoras mengatakan bahwa kemahiran berbicara bukan demi kemenangan, melainkan demi keindahan bahasa. Sedangkan bagi Socrates adalah demi kebenaran dengan dialog sebagai teknik-nya, karena dengan dialog, kebenaran akan timbul dengan sendirinya.
Puncak peranan retorika sebgai ilmu pernyataan antar manusia ditandai oleh munculnya Demosthenes dan Aristoteles, dua orang pakar yang teorinya hingga kini masih dijadikan bahan kuliah di berbagai perguruan tinggi.
Demosthenes (384-322) di zaman Yunani itu termasyur karena kegigihannya mempertahankan kemerdekaan Athena dari ancaman raja Philipus dari Mecedonia. Orang-orang pada waktu itu sangat memerlukan orang yang mahir berbicara di depan umum dan termasuk diantaranya adalah Demosthenes. Terdapat 61 naskah pidato Demosthenes yang hingga kini masih tersimpan, diantaranya yang terindah adalah naskah pidato yang bila diterjemahkan ke dalam bahas Indonesia, berjudul “tentang karangan bunga” sebuah sambutan terhadap pemujaan rakyat kepadanya, ketika ia berhasil menyingkirkan lawannya, Aichines.
Sementara Aristoteles, cendikiawan Yunani pada zamannya, yakni abad ke-4 SM, merupakan pemuka dalam berbagai displi8n ilmu, berbeda dengan tokoh-tokoh lainnya yang memandang retorika sebagai seni, ia memasukkannya sebagi bagian dari filsafat .
Bagi Aristoteles, retorika adalah seni persuasi, suatu uaraian yang harus singkat, jelas, dan meyakinkan, dengan keindahan bahasa yang disusun untuk hal-hal yang bersifat memperbaiki (corrective), memerintah (instructive), mendorong (suggestive), dan mempertahankan (defensive).
Demikian retorika di Yunani, ilmu pertama yang mempelajari dan mengkaji gejala pernyataan antarmanusia. Dari Yunani retorika menjalar ke Romawi. Di Negara ini retorika dikembangkan oleh Marcus Tulius Cicero (106-43) yang menjadi termasyur, karena bukunya berjudul de Oratore dank arena penampilannya sebagai seorang orator. Cicero mempunyai suara yang bervolume berat dan berirama mengalun, pada suatu saat keras menggema, di saat lain halus melemas, kadang disertai cucuran air mata.
Sebagai pemuka retorika Cicero mengembangkan kecakapan retorika menjadi ilmu. Menurut Cicero sistematika retorika mencakup dua tujuan pokok yang bersifat “suasio” (anjuran) dan “dissuasion” (penolakan). Orator termasyur ini menyatakan bahwa ketika mempengaruhi khalayak, seorang orator harus meyakinkan mereka dengan mencerminkan kebenaran dan kesusilaan.

2. Publizistik Wissenschaft
Lama sudah ilmu yang mengkaji pernyataan antarmanusia hanya sekitar pernyataan lisan dan tatap muka, baik dalam bentuk dialog diantara dua orang maupun banyak orang. Dan itulah retorika yang telah dibicarakan diatas.
Walaupun pada zaman Romawi sudah mulai berkembang proses pernyataan melalui media, tetapi belum dapat dinilai sebagai ilmu. Baru merupakan gejala atau fenomena. Ini terjadi ketika Gaius Julius Caesar (100-44 SM), kaisar Romawi yang termasyur mengeluarkan peraturan agar kegiatan-kegiatan Senat dapat setiap hari diumumkan kepada masyarakat dengan cara ditempelkan pada papan pengumuman yang dinamakan Acta Diurna. Kegiatan pemberitaan melalui Acta Diurna merupakan cikal bakal yang kita kenal kini sebagai kegiatan jurnalisitik.
Sampai abad satu Masehi pernyataan antarmanusia untuk jarak jauh masih dilakukan dengan menggunakan Papyrus atau daun lontar, kulit binatang, logam tipis, dan lain-lain. Setelah ditemukannya kertas oleh bangsa Cina bernama Ts’ai Lun pada tahun 105 M, kegiatan itu baru menggunakan kertas. Kemudian seorang berkebangsaan Jerman, Johanesa Gutenberg (1400-1468) menemukan mesin cetak, yang mampu melipatgandakan tulisan tercetak, dan penyampaian pernyataan diantara manusia semakin semarak.
Fenomena jurnalistik yang sudah tampak pada Acta Diurna tadi ternyata tidak berkembang disebabkan oleh kekaisaran Romawi mengalami masa gelap (dark ages).
Baru pada tahun 1609 muncul di Jerman surat kabar pertama dalam sejarah yaitu AROZ (Avisa Relation Oder Zeitung) dan disusul oleh “Weekly News” yang diterbitkan di Inggris pada tahun 1622.
Pada abad 19, sebagai hasil telaah para cendikiawan terhadap perkembangan dan pengaruh surat kabar itu, muncullah di Inggris “Science of the press”, di francis “Science de la presse”, di Nederland “Dagblad Wetenschap”, dan di Jerman “Zeitungswissenschaft, yang kesemuanya berarti “Ilmu Persuratkabaran”. Jelas pada waktu itu, persuratkabaran oleh para cendikiawan Eropa sudah dianggap ilmu (science, wetenschap, Wissenschaft).
Di Jerman yang dianggap sebagai bapak Zeitungswissenschaft adalah Prof. Dr. Karl Bucher . Ia juga berpendapat bahwa Publizistik merupakan perkembangan dari Zeitungswissenschaft. Sesudah tahun 1892, ia pun melanjutkan kuliah di Universitas Leipzig dan ilmunya pun semakin berkembang.
Publisistik adalah ilmu yang mempelajari penyelidikan dan ajaran yang secara khusus memperhatikan masalah umum mengenai pengarahan, penghimpunan, dan pemberian pengaruh secara rohaniah.
Prof. Dr. Walter Hagemann mendefinisikan publizistik secara singkat, yakni: ajaran tentang pernyataan umum mengenai isi kesadaran yang actual. Publisistik mengajarkan bahwa setiap pernyataan kepada umum dengan menggunakan media apapun menciptakan suatu hubungan rohaniah antara si publisis dengan khalayak. Menurutnya, hubungan rohaniah itu terdiri dari 3 fase, yaitu:
a. Das Ereignis (peristiwanya)
b. Das Empfanger (penerimanya)
c. Die wirkung (daya tampungnya)

3. Communication Science







RETORIKA





Seperti halnya ilmu publistik yang pada awal mulanya adalah ilmu persuratkabaran, ilmu komunikasi pun berasal dari persuratkabaran, yakni “journalism” atau jurnalistik atau jurnalisme; suatu pengetahuan tentang seluk-beluk pemberian taan mulai dari peliputan bahan berita, melalui pengolahan, sampai penyebaran berita.
Pada dekade 1960-an itu tidak sedikit ilmuwan-ilmuwan disiplin ilmu lain yang menganggap bahwa komunikasi itu bukan ilmu dengan alasan komunikasi belum memenuhi persyaratan sebagai ilmu. Tetapi para pakar komunikasi tidak memperdulikan kritik para pakar disiplin ilmu lain itu, sebab komunikasi dianggapnya sudah menjadi ilmu. Yang lebih penting bagi para pakar komunikasi adalah apakah komuikasi itu mampu memecahkan masalah sosial atau tidak.
Anggapan bahwasanya komunikasi itu sudah menjadi ilmu terbukti dengan terbitnya buku berjudul “Massage Effect in Communication Science” pada tahun 1989 dengan James J. Bradac sebagai editor. Dalam buku tersebut sebelas pakar komunikasi dari berbagai universitas kenamaan di Amerika Serikat memberikan kontribusinya mengenai aspek pesan dan efek dari proses komunikasi.
Uraian diatas menunjukkan kepada para peminat komunikasi bahwa komunikasi itu tanpa harus diragukan lagi adalah memang ilmu, dan mereka yang bukan orang komunikasi tidak perlu mempertanyakan lagi.

B. Perintis Dan Bapak Ilmu Komunikasi
Anggapan bahwa komunikasi sudah menjadi disiplin ilmu yang mandiri sehingga di juluki Communication Science (ilmu komunikasi) atau Communicology (komunikologi), tidak dating begitu saja atau tanpa proses perhatian yang meningkat dari berbagai ilmuan disiplin ilmu pengetahuan sosial.
Seperti telah disinggung tadi perhatian para cendikiawan akan fenomena sosial yang kini dinamakan komunikasi sudah sejak zamannya Socrates, Plato, dan Aristoteles.
Wibur Schramm, seorang pakar komunikasi ternama di Amerika mengatakan ada beberapa perintis terjadinya ilmu komunikasi, diantaranya:
1. Charles Cooley; menerbitkan buku pada tahun 1909, tamapk analisisnya terhadap Proses Komunikasi dengan pendekatan psikologis.
2. Walter Lippman; membasasnya sebagai wartawan.
3. Sapir; sebagai antropolog.
4. Whrof; sebagai linguis.
5. Wiener dan Shannon; atas dasar sibernatika.
6. Cantril, Newcomb, Bower, Osgood, Lerner, Inkeles, Klapper, Katz, dan lain-lain.
7. Pool dan Deutsch; sebagai ilmuwan politik.
8. Boulding; sebagai ekonom.
9. Mott, Casey dan Natziger; sebagai mahasiswa jurnalistik.
Sedangkan yang dianggap sebagai bapak-bapak komunikasi di Amerika, diantaranya sebagai berikut:
1. Harold Lasswell
2. Kurt Lewin
3. Paul Lazarsfeld
4. Carl Hovland
5. Wilbur Schram.
BAB II
HAKIKAT KOMUNIKASI
A. Pengertian Komunikasi
Sebagai mana telah diterangkan di atas itilah komunikasi yang bermula merupakan fenomena sosial, kemudian menjadi ilmu yang secara akademik berdisiplin mandiri., dewasa ini dianggap penting sehubungan dengan dampak sosial yang menjadi kendala bagi kemaslahatan umat manusia akibat perkembangan teknologi.
Ilmu komunikasi, apabila diaplikasikan secara benar akan mampu mencegah dan menghilangkan konflik antarpribadi, antarkelompok, antarsuku, antar bangsa, dan antarras, membina kesatuan dan persatuan umat manusia penghuni bumi. Pentingnya studi komunikasi karena permasalahan-permasalahan yang timbul akibat komunikasi. Manusia tidak dapat hidup sendirian. Ia secara tidak kodrati harus hidup bersama manusia lain, baik demi kelangsungan hidupnya, keamanan hidupnya maupun demi keturunannya.
Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antarmanusia. Yang dinyatakan itu adalaha pikiran, gagasan, atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya. Komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator (orang yang menyampaikan pesan) kepada komunikan (orang yang menerima pesan). Konkretnya isi pesan itu adalah pikiran atau perasaan, lambing adalah bahasa.
Komunikasi secara etimologis berasal dari bahasa latin “communication”. Istilah ini bersumber dari kata “communis” yang berarti sama . Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan.
B. Proses Komunikasi
Ada 2 kategori proses komunikasi dengan peninjauan dari dua perspektif, yaitu:
1. Proses Komunikasi dalam Perspektif Psikologis.
Proses komunikasi perspektif Psikologis terjadi pada diri komunikator dan komunikan. pada komunikator, proses mengemas atau membungkus pikiran dengan bahasa yang dilakukan komunikator itu dalam bahasa komunikasi dinamakan encoding. Hasil encoding berupa pesan kemudian ia transmisikan atau operkan atau kirimkan kepada komunikan. Pada komunikan, proses dalam diri komunikan disebut decoding seolah-olah membuka kemasan atau bungkus pesan yang ia terima dari komunikator tadi. Apabila komunikan mengerti isi pesan atau pikiran komunikator, maka komunikasi terjadi. Sebaliknya bilamana komunikan tidak mengerti, maka komunikasi tidak terjadi.
2. Proses Komunikasi dalam Perspektif Mekanistik
Proses ini berlangsung ketika komunikator mengoperkan atau melemparkan dengan bibir atau lisan atau tangan jika tulisan perasaan sampai ditangkap oleh komunikan. Proses komunikasi dalam perspektif ini kompleks atau rumit, sebab bersifat situasional, bergantung pada situasi ketika komunikasi berlangsung.
Ada beberapa jenis proses komunikasi dalam perspektif Mekanistik, diantaranya:
a. Proses Komunikasi Secara Primer
Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan suatu lambing sebagai media atau saluran baik lambing verbal seperti bahasa maupun lambing non verbal seperti gesture, gerak tubuh, mimik wajah.
b. Proses Komunikasi Secara Sekunder
Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambing sebagai media pertama seperti telepon, radio, komputer dan televisi.
c. Proses Komunikasi Secara Linear
Proses komunikasi secara linear adalah proses penyampaian pesan komunikasi kepada komunikan sebagai titik terminal. Komunikasi linear ini berlangsung baik dalam situasi komunikasi tatap muka maupun dalam situasi komunikasi bermedia. Proses komunikasi secara linear umumnya berlangsung pada komunikasi bermedia seperti: surat kabar, radio, televisi kecuali melalui media telepon sebab telepon tidak berlangsung secara linear.
d. Proses Komunikasi Secara Sirkular
Sirkular berasal dari kata circular yang berarti bulat, bundar atau keliling sebagai lawan dari kata linear yang bermakna lurus. Dalam konteks komunikasi yang dimaksud dengan proses secara sirkular itu adalah terjadinya feedback atau umpan balik yaitu terjadinya arus dari komunikan ke komunikator. Oleh karena itu ada kalanya feedback tersebut mengalir dari komunikan ke komunikator itu adalah respon atau tanggapan komunikasi terhadap pesan yang ia terima dari komunikator. Misalnya: ketika berpidato, ada banyak tanggapan dari audience (pendengar).
C. Faktor-Faktor Penunjang Komunikasi Efektif
Wilbur Schramm mengemukakan kondisi yang harus dipenuhi jika kita menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki, yaitu diantaranya:
a. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat menartik perhatian komunikasi.
b. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang sama antara komiunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti.
c. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.
d. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi yang layak bagi situasi kelompok dimana komunikan berada pada saat ia digerakan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.
1. Faktor pada komponen komunikan
Ditinjau dari komponen komunikan, seorang dapat dan akan menerima sebuah pesan hanya kalau terdapat empat kondisi berikut ini:
a. Ia dapat dan benar-benar mengerti pesan komunikasi.
b. Pada saat ia mengambil keputusan, ia sadar bahwa keputusannya itu sesuai dengan tujuannya.
c. Pada saat ia mengambil keputusan, ia sadar bahwa keputusannya itu bersangkutan dengan kepentingan pribadi.
d. Ia mampu untuk menepatinya baik secara mental maupun secara fisik.
2. Faktor pada komponen komunikator
Dintinjau dari komponen komunikator, untuk melaksanakan komunikasi efektif, terdapat dua faktor penting pada diri komunikator, yaitu:
1. Kepercayaan kepada komunikator
Kepercayaan kepada komunikator ditentukan oleh keahliannya dan dapat tidaknya ia dipercaya. Selain itu, untuk memperoleh kepercayaan sebesar-besarnya, komunikator bukan saja harus memiliki kaehlian, mengetahui kebenaran, tetapi juga objektif dalam memotivasikan apa yang diketahuinya.
2. Daya tarik komunikator
Seorang komunikator akan mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan sikap melalui mekanisme daya tarik, jika pihak komunikkan merasa bahwa komunikator ikut serta dengan mereka dalam hubbungannya dengan opini secara memuaskan.
Faktor daya tarik adalah faktor perasaan yang sama dengan komunikator yang terdapat pada komunikan yang akan menyebabkan komunikansi sukses. Sikap komunikator yang berusaha menyamakan diri dengan komunikan, akan menimbulkan simpati komunikan kepada komunikator
D. Hambatan Komunikasi
Berikut ini adalah beberapa hal yang merupakan hambatan komunikasi yang harus menjadi perhatian bagi komunikator.
1. Gangguan
Ada dua jenis gangguan terhadap jalnnya komunikasi yang menurut sifatnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Gangguan mekanik
Yang dimaksud gangguan ini adalah gangguan yang disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik, seperti: gangguan suara ganda pesawat radio, bunyi gaung pada pengeras suara, riuh hadirin, atau bunyi kendaraan.
b. Gangguan semantik
Gangguan jenis ini bersangkutan dengan pesan komunikasi yang pengertiannya rusak. Gangguan semantic tersaring ke dalam pesan melalui penggunaan bahasa. Gangguan semantik terjadi dalam salah pengertian.
Semantik adalah pengetahuan mengenai pengertian kata-kata yang sebenarnya atau perubahan pengertian kata-kata.
2. Kepentingan
Interest atau kepentingan akan membuat seseorang selektif dalam menanggapi atau menghayati suatu pesan. Orang hanya akan memperhatikan perangsang yang ada hubungannya dengan kepentingan. Kepentingan bukan hanya mempengaruhi perhatian kita saja tetapi juga menentukan daya tanggap perasaan, pikiran, dan tingkah laku kita akan merupakan sifat reaktif terhadap segala perangsang yang tidak bersesuaian atau bertentangan dengan suatu kepentingan.
3. Motivasi terpendam
Motivation atau motivasi akan mendorong seseorang berbuat sesuatu yang sesuai benar dengan keinginan, kebutuhan, dan kekurangannya.
Semakin sesuai komunikasi dengan motivasi seseorang semakin besar kemungkinan komunikasi itu dapat diterima dengan baik oleh pihak yang bersangkutan. Sebaliknya, komunikan akan mengabaikan suatu komunikasi yang tak sesuai dengan motivasinya. Sdalam konteks ini, seringkali terjadi seorang komunikator tertipu oleh tanggapan komunikasi yang seolah-olah tampaknya khusu (attentive) menanggapinya, akan tetapi pesan komunikasi itu tak bersesuaian dengan motivasinya.

4. Prasangka
Prejudice atau prasangka merupakan salah satu rintangan atau hambatan berat bagi suatu kegiatan komunikasi oleh karena orang yang mempunyai prasangka belum apa-apa sudah curiga dan menentang komunikator yang hendak melancarkan komunikasi.
E. Evasi Komunikasi
Hambatan komunikasi pada umumnya mempunyai dua sifat, yaitu:
• Hambatan yang bersifat objektif; adalah gangguan dan halangan terhadap jalannya komunikasi, yang tidak disengaja dibuat oleh pihak lain tapi mungkin oleh keadaan yang tidak menguntungkan.
• Hambatan yang bersifat subjektif; adalah gangguan yang disengaja dibuat oleh orang lain, sehingga terjadi gangguan dan penentangan komunikasi.
E cooper dan M johada mengemukakan beberapa jenis evasi, diantaranya yaitu:
1) Menyesatkan pengertian
2) Mencatat pesan komunikasi
3) Mengubah kerangka referensi

F. Lingkup Komunikasi
Berikut ini adalah penjelasan komunikasi berdasarkan konteks-konteksnya:
1) Bidang komunikasi
Berdasarkan bidangnya komunikasi meliputi jenis-jenis sebagai berikut:
a. Komunikasi sosial
b. Komunikasi organisasional/ manajemen
c. Komunikasi bisnis
d. Komunikasi politik
e. Komunikasi internasional
f. Komunikasi antarbudaya
g. Komunikasi pembangunan
h. Komun ikasi tradisional
2) Sifat komunikasi
Dditinjau dari sifatnya komunikasi diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Komunikasi verbal
1. Komunikasi lisan
2. Komunikasi tulisan

b. Komunikasi nirverbal
1. Komunikasi kial
2. Komunikasi gambar
3. Dan lain-lain
c. Komunikasi tatap muka
d. Komunikasi bermedia
3) Tatanan komunikasi
Berdasarkan situasi dan tatanan komunikasi, maka diklsifikasikan menjadi bentuk-bentuk berikut ini:
a. Komunikasi pribaadi
1. Komunikasi intrapribadi
2. Komunikasi antarpribadi
b. Komunikasi kelompok
1. Komunikasi kelompok kecil
a) Ceramah
b) Forum
c) Symposium
d) Diskusi panel
e) Seminar
f) Curah saran
g) Lain-lain
2. Komunikasi kelompok besar
c. Komunikasi massa
1. Komunikasi media massa cetak/pers
a) Surat kabar
b) Majalah
2. Komunikasi media massa elektronik
a) Radio
b) Televise
c) Computer
d) Dan lain-lain
4) Tujuan komunikasi

a) Mengubah sikap
b) Mengubah opini/pendapat/pandangan
c) Mengubah prilaku
d) Mengubah masyarakat

5) Fungsi komunikasi
a) Menginformasikan
b) Mendidik
c) Menghibur
d) Mempengaruhi

6) Teknik komunikasi
Berdasarkan keterampilan berkomunikasi yang dilakukan komunikator, maka teknik komunikasi diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Komunikasi informatif
b) Komunikasi persuasif
c) Komunikasi pervasif
d) Komunikasi koersif
e) Komunikasi instruktif
f) Hubungan manusiawi

7) Metode komunikasi
Metode komunikasi kegiatan-kegiatan yang terorganisir adalah sebagai berkut:
a) Jurnalisme/ jurnalistik
1. Jurnalisme cetak
2. Jurnalisme elektronik
a. Jurnalistik radio
b. Jurnalistik televisi
3. Hubungan masyarakat
4. Periklanan
5. Propaganda
6. Perang urat syarat
7. Perpustakaan
8. Lain-lain
BAB III
TATANAN KOMUNIKASI
A. Komunikasi Pribadi
Tatanan komunikasi pribadi terdiri dua jenis yaitu:
1. Komunikasi intrapribadi
Komunikasi intra pribadi adalah komunikasi yangberlangsung dalam diri seseorang. Orang itu berperan baik sebagai komunikator maupun komunikan. Dia berbicara dan berdialog dengan dirinya sendiri. Dia bertanya kepada dirinya dan dijawab oleh dirinya juga. Memang tidak salah kalau komunikasi intrapribadi disebut melamun. Komunikasi intrapribadi biasanya dilakukan sebelum berkomunikasi dengan orang lain.
2. Komunikasi antarpribadi
Menurut Joseph A. Devito dalam bukunya “The Interpersonal Communication Book”. (Devito, 1989 : 4)komunikasi antarpribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antar dua orang atau diantara sekelompok kecil orang, dengan beberapa efek dan umpan balik seketika. Pentingnya situasi komunikasi antarpribadi ialah karena prosesnya memungkinkan berlangsung secara dialog dan akan lebih baik dari pada komunikasi monolog.
B. Komunikasi Kelompok
Jika kita menelaah komunikasi kelompok kita perlu memahami pengertian kelompok menurut disiplin ilmu lain.
1. Pengertian kelompok
Dalam ilmu sosial baik psikologi maupun sosiologi, menjelaskan bahwa kelompok bukanlah hanya sejumlah orang yang berkelompok atau berkerumun bersama-sama di suatu tempat saja. Bisa saja sejumlah orang itu tidak saling berinteraksi, tidak memiliki tujuanj yang sama, dan tidak saling bertoleransi.
Menurut Robert F. Bales dalam bukunya “Interacation Process Analisis” mendefinisikan kelompok kecil ialah sejumlah orang yang terlibat dalam interaksi satu sama lain dalam suatu pertemuan yang bersifat tatap muka, dimana setiap anggota mendapat kesan atau penglihatan antara satu sama lainnya yang cukup kentara, sehingga dia baik pada saat timbul pertanyaan maupun dapat memberikan tanggapan kepada masing-masing sebagai perorangan.
2. Pengertian komunikasi kelompok
Komunikasi kelompok ialah komunikasi yang berlangsung anatar seorang komunikator dengan sejumlah orang melebihi dua orang. Karakteristik yang membedakan komunikasi kelompok kecil dan komunikasi kelompok besar dapat dikaji dalam paparan berikut ini:
a. Komunikasi kelompok kecil
Komunikasi kelompok kecil adalah komunikasi yang:
 Ditujukan kepada kognisi komunikan
 Prosesnya berlangsung secara dialogis (sirkular)
Dalam komunikasi kelompok kecil, komunikator menunjukkan pesannya kepada benak atau pikiran komunikan. komunikan akan dapat menilai logis tidaknya uraian komunikator. Cirri ya ng kedua dari komunikasi kelompok kecil ialah prosesnya berlangsung secara dialogis, tidak linear, melainkan sirkular. Umpan balik terjadi secara verbal. Komunikan dapat menanggapi uraian komunikator, bisa bertanya jika tidak mengerti, dapat menyanggah bila tidak setuju.
b. Komunikasi kelompok besar
Sebagai kebalikan dari komunikasi kelompok kecil, komunikasi kelompok besar adalah komunikasi yang:
 Ditujukan kepada afeksi komunikan
 Prosesnya berlangsung secara linear
Pesan yang disampaikan oleh komunikator dalam situasi komunikasi kelompok besar, ditujukan kepada afeksi komunikan, kepada hatinya atau perasaannya. Proses berlangsungnya bersifat linear, satu arah dari komunkator ke komunikan.
C. Komunikasi Massa
Yang dimaksudkan dengan komunikasi massa disini adalah komunikasi melalui media massa modern, yang meliputi surat kabar yang mempunyai sirkulasi, siaran radio, dan televisi seta lain-lain.
1. Karakteristik komunikasi massa
Seseorang yang akan menggunakan media massa sebagai alat untuk melakukan kegiatan komunikasinya perlu memahami karakteristik komunikasi massa, yakni :
a. Komunikasi massa bersifat umum
Pesan komunikasi yang disampaikan melalui media massa adalah terbuka untuk semua orang. Meskipun pesan komunikasi massa bersifat umum dan terbuka, sama sekali terbuka juga jarang diperoleh, disebabkan faktor yang bersifat paksaan yang timbul karena struktur sosial. Pengawasan terhadap faktor tersebut dapat dilakukan secara resmi sejauh bersangkutan dengan larang dalam bentuk hokum, terutama yang berhubungan dengan penyiaran ke luar negeri.
b. Komunikan bersifat heterogen
Perpaduan antara jumlah komunikan yang besar dalam komunikasi massa dengan keterbukan dalam memperoleh pesan-pesan komunikasi erat sekali hubungannya dengan sifat heterogen komunikan. massa dalam komunikasi massa terjadi dari orang-orang yang heterogen yang meliputi penduduk yang bertempat tinggal dalam kondisi yang berbeda-beda, dengan kebudayaan yang beragam, berasal dari berbagai lapisan masyarakat, mempunyai pekerjaan yang berbeda pula.
c. Media massa menimbulkan keserempakan
Yang dimaksud dengan keserempakan ialah keserempakan kontak dengan sejumlah besar penduduk dalam jarak jauh dari komunikator, dan penduduk satu sama lainnya berada keadaan terpisah. Ada dua segi penting mengenai kontak yang langsung itu; pertama, kecepatan yang lebih tinggi dari penyebaran dan kelangsungan tanggapan; kedua, keserempakan adalah penting untuk keseragaman dalam seleksii dan interpretasi pesan-pesan.
d. Hubungan komunikator-komunikan bersifat non-pribadi
Dalam komunikasi massa, hubungan antara komunikator dan komunikan bersifat non-pribadi, karena komunikan yang anonym dicapai oleh orang-orang yang dikenal hanya dalam peranannya yang bersifat umum sebagai komunikator. Sifat non-pribadi ini timbul disebabkan teknologi dari penyebaran yang missal dan sebagian lagi dikarenakan syarat-syarat bagi peranan komunikator yang bersifat umum.
2. Model komunikasi massa
Komunikasi dengan menggunakan media massa dalam tahun terakhir ini banyak mendapat penelitian dari para ahli disebabkan semakin majunya teknologi di bidang media massa. Penelitian para ahli tersebut menghasilkan teori komunikasi massa, diantaranya beberapa model seperti berikut ini:
a. Model jarum hipodermik
Secara harfiah “hypodermic” berarti dibawah kulit. Dalam hubungannya dengan komunikasi massa, itilah model jarum hipodermik mengandung anggapan dasar bahwa nedia massa menimbulkan efek yang kuat terarah, segera dan langsung itu adalah sejalan dengan pengertian “perangsang tanggapan (stimulus-respon) yang mulai dikenal sejak penelitian ilmu jiwa pada tahun 1930-an.
Eilhu katz mengatakan, bahwa model jarum hipodermik terdiri dari:
(1) Media yang sangat ampuh yang mampu memasukkan idea pada benak yang tidak berdaya.
(2) Massa komunikan yang terpecah-pecah, yang terhubungkan dengan media massa, tetapi sebaliknya komunikan tidak terhubungan sama-sama lain.
b. Model komunikasi satu tahap
Model komunikasi satu tahap menyatakan bahwa saluran media massa berkomunikasi langsung dengan massa komunikan tanpa berlalunya suatu pesan melalui orang lain, tetapi mepesan tersebut tidak mencapai semua komunikan dan tidak menimbulkan efek yang sama pada setiap komunikan.

Model komunikasi satu tahap adalah model jarum hipodermik yang dimurnikan, tetapi model satu tahap mengakui, bahwa:
(1) Media tidak mempunyai kekuatan yang hebat.
(2) Aspek pilihan dari penampilan, penerimaan, dan penahanan dalam ingatan yang selektif mempengaruhi suatu pesan.
(3) Untuk setiap komunikasi terjadi efek yang berbeda.
c. Model komunikasi dua tahap
Konsep ini berasal dari penelitian Lazarsfeld, Berelson, dan Gaudet (1984) yang menyatakan bahwa idea seringkali dating dari radio dan surat kabar yang ditangkap oleh pemuka pendapat dan dari mereka ini berlalu menuju penduduk yang kurang giat. Tahap pertama: dari sumbernya, yakni komunikator kepada pemuka pendapat yang mengoper informasi, sedang tahap kedua: dari pemuka pendapat kepada pengikut-pengikutnya, yang juga mencakup penyebaran pengaruh.
Model dua tahap melihat massa sebagai perorangan yang berinteraksi. Pada kebanyakan komunikasi massa tampak bahwa sebuah pesan laju dari sumbernya yakni komunikator, melalui saluran media massa, menuju komunikan sebagai pihak penerima, yang kemudian sebagai kebalikannya memberi tanggapan kepada pesan dan kepada orang-orang yang berinteraksi dengannya.
d. Model komunikasi tahap ganda
Model ini mengabungkan semua model yang telah dijelaskan diatas. Modal banyak tahap ini didasarkan pada fungsi penyebaran yang berurutan yang terjadi pada kebanyakan situasi komunikasi. Jumlah tahap yang pasti dalam proses ini bergantung pada maksud tujuan komunikator, tersediannya media massa dengan kemampuan untuk menyebarkannya, sifat dari pesan, dan nilai pentingnya pesan bagi komunikan.
BAB IV
PERS DAN JURNALISTIK
A. Pers Sebagai Lembaga Sosial
Pers adalah lembaga sosial atau lembaga atau lembaga kemasyarakatan yang merupakan subsistem dari sistem pemerintahan di Negara dimana ia beroperasi, bersama-sama dengan subsistem lainnya. Ditinjau dari teori sistem, pers merupakan sistem terbuka yang probabilistic. Terbuka disini artinya pers tidak bebas dari pengaruh lingkungan; tetapi di lain pihak, pers juga mempengaruhi lingkungan probabilistic berarti hasil operasinya tidak dapat diduga secara pasti. Situasi seperti itu berbeda dengan sistem tertutup yang deterministik.
Sebagai sistem terbuka pers cenderung untuk mempunyai kualitas peyesuaian, yang berarti ia akan menyesuaikan diri kepada perubahan dalam lingkungan. Mengenai jenis-jenis pers yang dianut oleh Negara-negara di dunia, dapat dikaji dalam buku yang terkenal yang berjudul “Four Theories Of the Pers” yang ditulis oleh Fred S. Siebert, Theodore Peterson dan Wilbur Schramm, yaitu:
• Authoritian press atau pers otoriter
• Liberatian press atau pers libertarian
• Soviet communist press ataau pers komunis soviet
• Social responsibility press atau pers tanggung jawab sosial
Ketiga pengarang menyatakan bahwa sebenarnya kalau kategori itu disebut teori, teori komunis soviet hanyalah perkembangan dari teori otoritian,sedangkan teori tanggung jawab sosial merupkan modifikasi dari teori libertarian.
Khusus di Indonesia, pers di Negara ini tidak menganut salah satu dari ke empat sistem yang telah dijelaskan di atas. Pers di Indonesia menganut sistem khas Indonesia, yakni pers Pancasila yang oleh Dewan Pers dalam sidangnya yang ke-25 didefinisikan sebagai pers yang orientasi, sikap dan tingkah lakunya berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
B. Pengertian dan Ciri Pers
Pers dalam arti sempit adalah media massa cetak , seperti surat kabar, majalah,dll. Sedangkan pers dalam arti luas adalah lembaga atau badan atau organisasi yang menyebarkan berita sebagai jurnalistik kepada khalayak, seperti media massa baik elektronik maupun cetak.
Ciri-ciri pers adalah sebagai berikut:
a. Pubilisitas
Yang dimaksud publisitas adalah penyebaran kepada public atau khalayak.
b. Periodisitas
Periodisitas adalah keteraturan penyebarannya baik dari segi waktu maupun penerbitannya.
c. Universalitas
Universalitas adalah isi surat kabarnya mencakup umum dan luas, aneka ragam, dari keseluruhan dunia.
d. Aktualitas
Aktualitas adalah mengena berita yang disiarkannya, terbaru (up to date), keadaan sebenarnya.
C. Fungsi Pers
Pers memiliki beberapa fungsi diantaranya sebagai berikut ini:
1. Fungsi menyiarkan informasi
Penyiaran informasi adalah fungsi pertama dan paling utama. Tentunya dengan adanya surat kabar ini akan member informasi tentang gagasan dan idea tau pun peristiwa yang terjadi.
2. Fungsi mendidik
Surat kabar dapat memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan, sehingga khalayak bertambah pengetahuannya.
3. Fungsi menghibur
Hiburan dalam surat kabar berguna untuk merefresh pembaca surat kabar, agar melemaskan ketegangan pikiran si pembaca, biasanya berbentuk teka-teki, cerita bergambar, karikatur dan lain-lain.
4. Fungsi mempengaruhi
Pada dasarnya, surat kabar dibuat agar orang yang membaca dapat terpengaruh dengan isi yang dituangkan dalam surat kabar itu, sehingga pembaca akan member tanggapan baik itu tanggapan negatif maupun positif.
D. Jurnalistik Dari Masa Ke Masa
a. Sejarah Singkat Perkembangan Jurnalistik Di Indonesia
Seperti halnya di Negara-negara lain, jurnalistik di Indonesia dipengaruhi oleh sistem pemerintahan yang berganti-ganti. Di Indonesia, pers mulai dikenal pada abad 18, tepatnya pada tahun 1744 ketika sebuah surat kabar bernama “Bataviasche Nouvelles” diterbitkan dengan pengusahaan orang-orang belanda. Pada 1776 terbit di Jakarta juga “Vendu Niews” yang mengutamakan pada berita pelelangan. Ketika menginjak abad 19 terbit berbagai surat kabar lainnya yang kesemuanya diusahakan oleh orang-orang belanda untuk pembaca orang-orang belanda pula serta bangsa pribumi yang mengerti bahasa belanda yang pada umumnya merupakan kelompok kecil saja.
Surat kabar yang pertama sebagai bacaan untuk kaum pribumi dimulai tahun 1854 ketika majalah “Bianglala” diterbitkan, disusul oleh “Bromartani” pada tahun 1885, kedua-duanya di Weltevreden, dan pada tahun 1856 “Soerat Kabar Bahasa Melajoe” di Surabaya.
Pers sangat berkembang di pulau jawa waktu itu, ini tidak heran, karena percetakan sebagai sarana yang sangat vital, fasilitas-fasilitas lainnya serta juga orang yang mengerti tulisan kebanyakan berada di pulau ini. Berbeda dengan pulau Sumatra yang perkembangan persnya ketinggalan 30 tahun. Di padang muncul untuk yang pertama kali pada tahun 1882 “Pelita Kecil” dan kemudian “partja Barat” pada tahun 1892 yang kesemuanya diterbitkan orang asing.
b. Konsep Berita
Menurut Prof. Mitchel V. Charnley berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau opini yang mengandung hal yang menarik minat atau penting, atau keduanya bagi sejumlah besar orang. Namun masih banyak yang mendefinisikan berita atau news yang satu sama lainnya berbeda disebabkan pandangan dari sudut yang berbeda.
Di kalangan wartawan ada yang mengartikan news sebagai singkatan dari:
 North = utara
 East = timur
 West = barat
 South = selatan
Mereka mengartikan berita sebagai laporan dari keempat penjuru angin tersebut, laporan dari mana-mana, dari berbagai tempat di dunia ini.
Menurut Frank Luthor Mott dalam bukunya New Survey of Journalism, ada 8 konsep berita yang perlu diperhatikan diantaranya sebagai berikut:
1) Berita sebagai laporan tercepat
2) Berita sebagai rekaman
3) Berita sebagai fakta objek
4) Berita sebagai interpretasi
5) Berita sebagai sensasi
6) Berita sebagai minat insane
7) Berita sebagai ramalan
8) Berita sebagai gambar

c. Tajuk rencana
Tajuk rencana adalah karya tulis yang merupakan pandangan atau opini terhadap suatu topik. Menurut Pulitzer, ada beberapa criteria dan ketentuan mengenai editorial atau tajuk rencana, diantaranya:
 Jelas dalam gaya
 Tujuan yang bermoral
 Pertimbangan yang sehat
 Daya untuk mempengaruhi opini publik
Pola baku (standar pattern) untuk tajuk rencana ialah:
a. Judul yang menghimbau pembaca
b. Kalimat untuk lead yang tidak terlalu panjang
c. Kalimat pada paragraph terakhir yang menggemakan judul dan lead serta mempertegas problema yang dikupas.
Tajuk rencana yang baik dan efektif ialah yang mengandung keseimbangan antara hasil karya seorang ilmuwan dan soerang seniman.
BAB V
RADIO SIARAN
A. Radio Sebagai Sarana Hiburan, Penerangan, Pendidikan dan Propaganda
Radio mendapat julukan sebagai kekuasaan kelima atau “the fifth estate”, setelah pers atau surat kabar dianggap sebagai kekuasaan keempat atau “the fourth estate”. Radio dalam arti kata broadcast di mulai pada tahun 1920 oleh stasiun radio KDKA Pittsburg di Amerika Serikat. Memang pada waktu itu radio dirasakan sebagai hasil penemuan yang penting, artinya bagi kehidupan manusia yang pengaruhnya dapat dirasakan dalam berbagai bidang. Tetapi sampaitahun tiga puluh belum terlihat gejala yang menjadikan radio mendapat julukan kekuasaan kelima.
Pada tahun-tahun sesudah ditemukan radio itu, medium tersebut hanya mempunyai tiga fungsi, yaitu sebagi:
 Sarana hiburan
 Sarana penerapan
 Sarana pendidikan
Akan tetapi tetapi seajack Nazi Jerman kuat di bawah pimpinan Adolf Hilter, radio siaran bertambah fungsinya yaitu juga sebagai:
 Sarana propaganda

B. Radio Siaran Internasional
Kemajuan teknologi di bidang radio ini mengundang perhatian para pemimpin di berbagai Negara untuk mencegah terjadinya pengaruh-mempengaruhi antara Negara yang satu dengan Negara yang lainny yang bisa menimbulkan kerugian. Maka didirikanlah organisasi-organisasi sebagai wadah untuk memperbincangkan masalah-masalah yang menyangkut radio siaran.
1. International Telecommunication Union (ITU)
Organisasi internasional ini didirikan berdasarkan anggapan dan kenyataan bahwa gelombang radio tidak berhenti pada batas suatu negara, melainkan menembus bahkan melingkupi negara lain. Untuk mencegah terjadinya interferensi dan kekacauan dalam laulintas udara, maka perlu diadakan peraturan-peraturan yang ditanda tangani otganisasi internasional. Untuk itulah didirikan ITU yang bermarkas besar di Jenewa. Kini organisasi ini mempunyai anggota tidak kurang dari 120 negara di dunia.
ITU didirikan pada tahun 1865. ITU memiliki tujuan untuk mengharmoniskan kegiatan-kegiatan negara-negara serta mengembangkan kemajuan media yang bersifat teknik dan pelayanan telekomunikasi di seluruh dunia. Maka untuk mencapai tujuan tersebut, ITU bertugas:
 Mengalokasikan frekuensi-frekuensi dan melaksanakan registrasi di berbagai negara.
 Mengkoordinasikan usaha-usaha nasional untuk membatasi interferensi diantara stasiun-stasiun radio dan bergiat mencapai kegunaan spectrum radio semaksimal mungkin.
 Mengadakan kerja sama untuk memperoleh pelayanan yang efesien dengan harga murah.
 Membantu negara-negara yang baru merdeka setelah Perang Dunia II dalam mengembangkan komunikasi, terutama melakukan partisipasi dengan program perserikatan bangsa-bangsa.
2. European Broadcasting Union (EBU)
Untuk memajukan pertukaran program dan guna mempererat hubungan, para ahli radio siaran di berbagai negara mengadakan berbagai organisasi. Salah satu diantaranya adalah European Broadcasting Union (EBU) yang didirikan di Torquai Inggris pada tahun 1950. Kini kantor administrasinya terdapat di Jenewa, sedangkan pusat urusan teknik berada di Brussel Belgia.
Sebenarnya EBU merupakan kelanjutan dari International Broadcasting Union yang didirikan di Jenewa 1925. Alasan mengapa pada tahun 1950 dibentuk EBU ialah karena negara-negara Timur melakukan pengembangan dengan sistemnya sendiri, dan karena usaha-usaha harus dilaksanakan untuk mengkonsolidasikan posisi negara-negara Barat. Tujuan EBU diantaranya:
 Membantu kepentingan organisasi anggota dan membina hubungan dengan organisasi-organisasi siaran lainnya.
 Memajukan dan mengkoordinasikan maslah-masalah yang berhubungan dengan penyiaran, dan menjamin pertukaran informasi mengenai semua persoalan yang menyangkut kepentingan umum yang bersangkutan dengan penyiaran, dan menjamin pertukaran informasi mengenai semua persoalan yang menyangkut kepentingan umum yang bersangkutan dengan pelayanan siaran.
 Memajukan semua langkah yang direncanakan untuk membantu kemajuan siaran dalam segala bentuk.
 Mencari pemecahan masalah yang timbul akibat perbedaan dengan cara kerjasama internasioanl.
 Memanfaatkan semua usaha untuk menjamin timbulnya rasa hormat di kalangan para anggota terhadap persetujuan internasional mengenai semua aspek siaran.

3. Asian Broadcasting Union (ABU)
Asian Broadcasting Union atau disingkat ABU didirikan pada tanggal 1 juli 1964 sebagai hasil statua konferensi para ahli siaran ke-5 yang dilangsungkan di Seoul bulan September 1963. Organisasi ini awalnya hanya beranggotakan 25 organisasi saja, kini telah mencapai 70 organisasi yang tedapat di berbagi negara, diantaranya Radio Republik Indonesia dan Televisi Republik Indonesia.
Dalam perkembangannya sesuai dengan kemajuan teknologi ABU telah melengkapi diri dengan Temporary Coordinating Centre for Satellite Transmission (TCC). Dari tahun ke tahun semakin banyak anggota ABU/TCC ini yang menggunakan satellite, dalam hal ini INTELSAT, untuk kegiatan siaran, terutama yang terbanyak ialah siaran olahraga yang sifatnya peristiwa penting.
C. Radio Siaran Di Indonesia
Jika kita bandingkan bidang radio siaran di Indonesia dan di Amerika Serikat sebagai tempat lahirnya radio siaran serta di Inggris yang juga termasuk negara yang maju dalam bidang ini, kita tidak ketinggalan dalam hal dimulainya radio siaran, meskipun pada kenyataannya pada waktu itu kita berada dalam keadaan penjajahan.
Perkembangan radio siaran di Indonesia itu dapat terlihat dari masa ke masa yang tergambarkan sebagai berikut:
1. Zaman penjajahan Belanda
Radio siaran yang pertama di Indonesia (waktu itu bernama Nederland Indie – Hindia Belanda) adalah Batavise Radio Vereniging (BRV) di Batavia (Jakarta tempo dulu), yang resminya didirikan pada tanggal 16 Juni 1925, jadi lima tahun setelah di Amerika Serikat, tiga tahun setelah di Inggris dan di Uni Soviet.
Radio siaran di Indonesia semasa penjajahan Belanda dahulu mempunyai status swasta. Karena sejak adanya BRV tadi, maka muncullah badan-badan radio siaran lainnya Nederlandsch Indische Radio Omroep Mij (NIROM) di jakarta, Bandung dan Medan, Solosche Radio Vereniging (SRV) di Surakarta, Matarame Vereniging voor Radio Omroep (MAVRO) di Yogyakarta, Vereniging voor Oosterse Radio Luisteraars (VORL) di Bandung, Vereniging voor Oosterse Radio Omroep (VORO) di Surakarta, Chineese en Inheemse Radio Luisteraars Vereniging Oost Java (CIRVO) di Surabaya, Eerste Madiunse Omroep (EMRO) di Madiun, Radio Semarand di Semarang dan lain-lain. Diantara sekian banyak radio siaran tesebut, NIROM adalah yang terbesar dan terlengkap karena mendapatkan bantuan penuh dari pemerintah Hindia Belanda.
Hal itu tentu beda sekali dengan badan-badan radio siaran lainnya yang tidak mendapat bantuan dari pemerintah Hindia Belanda atau dengan kata lain yang berbentuk perkumpulan swasta, terutama yang diusahakan bangsa pribumi, yang hidupnya dari iuran para anggota.
Tujuan NIROM yang bersandar kekuatan penjajahan adlah untuk mematikan perkumpulan-perkumpulan radio siaran ketimuran.
Pada tanggal 23 Maret 1937 atas usaha anggota Volksraad M. Sutarjo Kartohadikusumo dan seorang insinyur bernama Ir. Sarsito Mangunkusumo diselenggarakan suatu pertemuan antara wakil-wakil yang mengirimkan utusannya ialah: VORO (Jakarta), VORL (Bandung), MAVRO (Yogyakarta), SRV (Solo), dan CIRVO (Surabaya), dan pertemuan hari itu melahirkan suatu badan baru bernama : PERIKATAN PERKUMPULAN RADIO KETIMURAN (PPRK) dan sebagai ketuanya adalah Sutardjo Kartohadikusumo. Tujuan PPRK adalah semata-mata memajukan kesenian dan kebudayaan nasional guna kemajuan masyarakat Indonesia, rohani dan jasmani.
Sejak itu PPRK berusaha keras agar PPRK dapat menyelenggarakan siaran sendiri tanpa bantuan NIROM. Situasi yang semakin panas oleh api peperangan di Eropa yang menyebabkan negeri Belanda dalam keadaan sulit yang membutuhkan bantuan rakyat jajahannya, sehingga pemerintah Hindia Belanda menjadi agak lunak. Pada tanggal 1 November 1940 dengan kalahnya Belanda pada Perang Dunia II, maka tercapailah tujuan PPRK yakni menyelenggarakan siaran yang pertama dari PPRK.
2. Zaman penjajahan Jepang
Dalam peperangan di Asia dan Pasifik, Jepang sebagai sekutu Nazi Jerman dan Italia di Eropa, mengadakan ekspansi ke arah selatan. Pada bulan Maret 1942 Belanda menyerah kepada Jepang; tepat pada tanggal 8 Maret 1942 Pemerintah Belanda dengan seluruh angkatan perangnya menyatakan menyerah kalah di Bandung kepada Balatentara Jepang.
Sejak tanggal itu pemerintah Hindia Belanda menyerahkan kawasannya kepada pemerintahan militer Jepang atas nama resminya Dai Nippon. Sebagai konsekuensinya, segalanya menurut kehendak tentara pendudukan. Demikian pula radio siaran yang tadinya berstatus swasta dimatikan dan diurus oleh jawatan khusus bernama Hoso Kanri Kyoku, yang merupakan pusat radio siaran dan berkedudukan di Jakarta. Cabang-cabangnya dinamakan Hoso Kyoku yang terdapat di Bandung, Purwokerto, Yogya, Surakarta, Semarang, Surabaya dan Malang.
Dalam pemerintahan militer Jepang sudah tentu semua radio siaran diarahkan kepada kepentingan militer jepang semata. Tetapi satu hal yang perlu dicatat, ialah selama pendudukan Jepang itu, kebudayaan dan kesenian mendapat kemajuan pesat. Pada saat itu rakyat mendapatkan kesempatan banyak untuk mengembangkn kebudayaan dan kesenian, jauh sekali dibandingkan ddengan zaman penjajahan Belanda. Kesempatan ini pula menyebabkan munculnya seniman-seniaman pencipta lagu-lagu indonesia baru.
3. Zaman Kemerdekaan
Tanggal 14 Agustus 1945 terdengar berita bahwa pemerintah Jepang menyerah tanpa syarat kepada tentara sekutu, setelah jepang mengalami serangan bomatom yang hebat di Hirosima dan Nagasaki.
Seperti telah dijelaskan diatas bahwa Jepang telah membatasi daya dengar rakyat indonesia, sehingga hanya dapat mendengar Hoso Kyoku saja. Meskipun demikian, di kalangan pemuda terdapat orang yang berani akan resiko kehilangan jiwa yang secara sembunyi-sembunyi terus mendengarkan siaran luar negeri. Pada tanggal 1945 itulah pemuda-pemuda pejuang mendengarkan dari siaran luar negeri, bahwa Jepang telah menyerah.
Saat yang penting itu tidak disia-siakan oleh para pemuda. Mereka mengadakan suatu gerakan memproklamasikan negara Indonesia merdeka, pada saat Jepang belum menyerahkan Indonesia kepada sekutu sebagai pihak yang menang perang.
Tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia Merdeka diproklamasikan oleh Bung Karno dan Bung Hatta. Sebenarnya para pemuda akan menyiarkan teks proklamasi itu pada saatnya dibacakan oleh kedua pemimpin bangsa Indonesia itu, akan tetapi stasiun radio tadi sejak tanggal 15 Agustus 1945 dijaga kuat oleh kempeitai Jepang. Baru malam harinya yakni jam 19.00 teks proklamasi itu disiarkan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Kemudian para pegawai teknik menyalurkan siarannya melalui siaran luar negeri yang waktu itu terletak di Bandung. Dengan demikian, maka mungkin pendengar Australia lebih dulu mendengar daripada bangsa Indonesia di luar Jakarta, bahwa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 telah merdeka.
Namun menurut sumber lain, teks proklamasi tidak sempat disiarkan ke luar negeri pada tanggal 17 Agustus karena pemancar satu-satunya untuk keluar negeri berada di Bandung di bawah pengawasan PTT. Baru tanggal 18 Agustus naskah bersejarah itu dapat dikumandangkan ke luar batas tanah air dengan risiko para petugasnya diberondong mitraliur serdadu Jepang.
Sejak proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 radio siaran belum terorganisir. Oleh karena itu maka orang-orang radio menganggap itu penting, mengingat radio sebagai media massa dapat dipergunakan secara efisien untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan.
4. Zaman Orde Baru
Sampai akhir tahun 1966, RRI adalah satu-satunya radio siaran di Indonesia, radioi yang dimiliki dan dikuasai pemerintah.
Pada tahun itu terjadi banyak perubahan dalm masyarakat akibat perubahan politik, yakni beralihnya pemerintahan Presiden Soekarno ke pemerintahan Presiden Soeharto atau lebih dikenal dengan perubahan orde lama ke orde baru. Situasi peralihan merupakan kesempatan yang baiki bagi mereka yang mempunyai hobi radio amatir untuk mengadakan radio siaran.
Di awal dekade 1993 sekarang ini RRI dan Radio Swasta Niaga telah menunjukkan perkembangannya yang sangat berarti, baik dalam segi kuantitas, maupun kualitas, seirama dengan akselarasi pembangunan nasional.
Hal ini tampak dalam upaya pemuasan masyarakat pendengar yang menghuni ribuan pulau di seluruh Indonesia, akan hiburan, penerangan, dan pendidikan. Kepuasan masyarakat terutama meningkatnya lama siaran dari pagi sampai malam secara nonstop dengan sajian aneka acara yang semakin lama semakin bermutu.
BAB VI
FILSAFAT KOMUNIKASI
A. Hakikat Filsafat Komunikasi
Filsafat komunikasi adalah disiplin yang menelaah pemahaman (verstehen) secara fundamental, metodologis, sistematis, analitis, kritis, dan holistis teori dan proses komunikasi yang meliputi segala dimensi menurut bidangnya, sifatnya, tatanannya, tujuannya, fungsinya,tekniknya, dan metodenya.
Seperti telah diterangkan pada Bab II mengenai pengertian komunikasi :
 Bidang komunikasi : komunikasi sosial, komunikasi organisasional, komunikasi bisnis, komunikasi politik, komunikasi internasional, komunikasi antarbudaya, komunikasi pembangunan, komunikasi tradisional, dll.
 Sifat komunikasi : komunikasi verbal dan komunikasi inverbal.
 Tatanan komunikasi : komunikasi intrapibadi, komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi massa dan komunikasi media.
 Tujuan komunikasi :mengubah sikap, mengubah opini, mengubah perilaku, mengubah masyarakat, dll.
 Fungsi komunikasi : menginformasikan, mendidik, menghibur, mempengaruhu dan sebagainya.
 Teknik komunikasi : komunikasi informative, komunikasi persuasive, komunikasi pervasif, komunikasi koersif, komunikasi instruktif, hubungan manusiawi.
 Metode komunikasi : jurnalistik, hubungan masyarakat, periklanan, propaganda, perang urat syaraf, perpustakaan dan lain sebagainya.
Pemikiran beberapa pakar yang membahas filsafat komunikasi :
1. Pemikiran Richard Lanigan
Bahwa filsafat sebagai ilmu disiplin biasanya dikategorikan menjadi sub-bidang utama menurut jenis justifikasinya yang dapat diakomodasikan oleh jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan pokok berikut ini :
 Apa yang aku ketahui? (what do I know?)
 Bagaimana aku mengetahuinya? ( How do I know? )
 Apakah aku yakin? ( Am I sure? )
 Apakah aku benar? (Am I right? )
Pertanyaan-pertanyaan diatas berkaitan dengan penyelidikan sistematis studi, terhadap :
a. Metafisika
Menurut Laningan metafisika adalah suatu studi tentang sifat dan fungsi teori tentang realita. Dalam hubungannya dengan teori komunikasi, metafisika berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut :
1. Sifat manusia dan hubungannya secara kontekstual dan individual dengan realita dalam alam semesta.
2. Sifat dan fakta bagi tujuan, perilaku, penyebab, dan aturan.
3. Problema pilihan, khususnya kebebasan versus determinisme pada perilaku manusia.
Menurut Jujun S. Suriasumantri dalam bukunya “ Filsafat ilmu “ mengatakan bahwa metafisika merupakan suatu kajian tentang hakikat keberadaan zat, hakikat pikiran dan hakikat kaitan zat dan pikiran ; sedangkan mengenai objek metafisika ditegaskan oleh Aristoteles, yang mengatakan ada dua, yakni : ada sebagai yang ada dan ada sebagai yang illahi. Pendapat Aristoteles tersebut dijelaskan oleh Prof. Dr. Delfgaauw sebagai berikut :
 Ada sebagai yang ada
Mengenai hal ini ilmu pengetahuan berupaya mengkaji yang ada itu dalam bentuk semurni-murninya, bahwa suatu benda itu sungguh-sungguh ada dalam arti kata tidak terkena perubahan. Ciri : dapat diserap panca indera. Oleh karena itu metafisika disebut ontologi.
 Sesuatu yang ada adalah yang seumum-umumnya dan yang mutlak, yakni Tuhan. Cirri : tidak dapat ditangkap oleh panca indera.

b. Epistemology
Merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode dan batasan pengetahuan manusia. Berkaitan dengan penguasaan pengetahuan dan lebih fundamental lagi bersangkutan dengan criteria bagi penilaian terhadap kebenaran dan kepalsuan.
Epistemology pada dasarnya adalah cara bagaimana pengetahuan disusun dari bahan yang diperoleh yang dalam prosesnya menggunakan metode ilmiah, silandasi :
 Kerangka pemikiran yang logis;
 Penjabaran hipotesis yang merupakan deduksi dan kerangka pemikiran;
 Verifikasi terhadap hipotesis untuk menguji kebenaran secara factual.
Laningan mengatakan bahwa dalam prosesnya yang progesif dari kognisi menuju afaksi yang selanjutnya menuju konasi, epistemology berpijak pada salah satu atau lebih teori kebenaran.
Empat teori kebenaran ( Naskah Akta V ), sebagai berikut :
1. Teori koherensi
Suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
2. Teori korespondensi
Suatu pernyataan adalah benar jikalau materi yang terkena oleh persyaratan itu berkorespondensi ( berhubungan ) dengan objek yang dituju pernyataan itu.
3. Teori pragmatic
Suatu pernyataan dianggap benar apabila pernyataan atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis bagi kehidupan manusia.

c. Aksiologi
adalah asas mengenai cara bagaimana menggunakan ilmu pengetahuan yang secara epistemologis diperoleh dan disusun itu.
Dalam hubungannya dengan filsafat komunikasi , Laaningan mengatakan bahwa askiologi, kategori keempat dari filsafat merupakan studi etika dan estetika. Ini beararti, askiologi adalah suatu kajian terhadap apa itu nilai-nilai manusiawi dan bagaimana cara melembagakannya atau mengekspresikannya.


d. Logika
Logika berkaitan dengan telaah terhadap asas-asas dan metode penalaran secara benar. Logika teramat penting bagi komunikasi karena suatu pemikiran harus dikomunikasikan kepada orang lain, dan yang dikomunikasikan itu harus merupakan putusan sebagai hasil dari proses berpikir, dalam hal ini berpikir logis.

2. Pemikiran Stephen Littlejohn
Littlejohn menelaah teori dan proses komunikasi dengan membagi menjadi tiga tahap dan empat tema.
Tahap-tahapnya :
a. Tahap metateoritikal
Littlejohn mengartikan sebagai spekulasi terhadap sifat penyelidikan yang melebihi atau luar isi khusus dari teori tertentu.
b. Tahap hipotetikal
Ini adalah tahap teori dimana tampak gambaran realities dan pembinaan kerangka kerja pengetahuan.
c. Tahap deskritif
tahap ini meliputi pernyataan-pernyataan actual mengenai kegiatan dan penemuan-penemuan yang berkaitan dengannya.

Keempat tema yang telah disebutkan tadi dalam arus peristiwa-peristiwa yang berlangsung, yakni :
1. Tema epistemologikal
Tema epistemological pada tahap matateoritikal meliputi pertanyaan-pertanyaan metodologi, yakni cara bagaimana pengetahuan disusun dari bahan yang telah diperoleh.
Tema epistemological tahap hipotetikal bersangkutan dengan metode dan prosedur dalam menguji dugaan-dugaan sementara.
Tema epistemological tahap deskritif menyangkut instrument dan teknik dalam rangka melakukan verifikasi sebagai penilaian yang objektif.
Dalam hubungannya dengan tema epistemological, Littlejohn mengajukan pertanyaan: dengan proses bagaimana timbulnya pengetahuan? . Menurut dia, pertanyaan itu amat kompleks dan perdebatan mengenai masalah ini justru terletak pada “hati” estimologi.
Dikatakannya bahwa mengenai persoalan itu terdapat empat posisi:
a. Mentalisme atau rasionalisme yang menyatakan bahwa pengetahuan timbul dari kekuatan manusia.
b. Empirisme yang menyatakan bahwa pengetahuan muncul dalam persepsi.
c. Kontruksivisme yang menyatakan bahwa orang menciptakan pengetahuan agar berfungsi secara pragmatis dalam kehidupannya.
d. Kontruksivisme sosial mengajarkan bahwa pengetahuan merupakan produk interaksi simbolik dalam kelompok sosial.
Posisi-posisi tersebut dinamakan pandangan dunia (world views). Terdapat dua pandangan dunia yang bertentangan yang mempengaruhi pemikiran tentang komunikasi :
a) Pandangan Dunia I
Tradisi ini berdasarkan gagasan empiris dan rasionalis. Dalam posisi ini penemuan (discovery) dianggap penting : dunia menunggu para ilmuwan menemukannya. Pandangan Dunia I sering disebut pandangan yang diterima (received view). Para cendikiawan pada tradisi ini mencoba menyatakan bagaimana munculnya fenomena dan bagaimana berlangsungnya.
b) Pandangan Dunia II
Tradisi ini menitikberatkan pada konstruktivisme, menganggap dunia berlangsung dalam proses. Pengetahuan tidak muncul dari penemuan, melainkan ari interaksi antara yang mengetahui dan yang diketahui. Pandangan Dunia II menggambarkan konteks dimana orang-orang beroperasi. Ini adalah humanistic, yakni menekankan pada tanggapan seseorang yang subjektif.
Kebanyakan teori komunikasi berpendirian Pandangan Dunia II, berdasarkan asumsi bahwa komunikasi adalah sarana vital dalam konstruksi realitas sosial.
2. Tema ontological
Ontology adalah cabang filsafat mengenai sifat wujud (nature of being) atau lebih sempit lagi sifat fenomena yang ingin kita ketahui. Pentingnya persoalan ontologism, sebab cara para teoritisi mengkonseptualisasikan komunikasi bergantung pada bagaiman pandangannya terhadap komunikator.
Littlejohn mengatakan bahwa meski dalam teori komunikasi tampak berbagai posisi ontologism, tetapi kiranya dapat dikelompokan menjadi dua possisi dasariah yang saling berlawanan.
a. Teori aksional
Teori ini menganggap bahwa orang menciptakan makna, mereka mempunyai tujuan, mereka menentukan pilihan nyata.
b. Teori nonaksional
Teori ini menganggap bahwa perilaku pada dasarnya ditentukan oleh dan responsive terhadap tekanan-tekanan yang lalu.

3. Tema perspektival
Suatu perspektif adalah sebuah titik pandang, suatu cara mengkonseptualisasikan sebuah bidang studi. Konfigurasi suatu teori bergantung pada prespektif seorang teoritikus. Walaupun prespektif teoritikal dapat dikonseptualisasikan dalam berbagai cara, Littlejohn menyajikan empat jenis yang dinilainya memadai :

a. Prespektif behavioristik
Teori komunikasi yang menggunakan prespektif ini cenderung untuk menekankan pada cara bahwa orang dipengaruhi oleh pesan. Teori seperti itu cenderung untuk menyesuaikan diri kepada asumsi-asumsi Pandangan Dunia I dan biasanya bersifat non aksional.
b. Prespektif transmisional
Teori transmisional memandang komunikasi sebagai pengiriman informasi dan sumber kepada penerima. Umumnya berdasarkan Pandangan Dunia I dengan asumsi non aksional.
c. Prespektif interaksional
Prespektif ini mengaku bahwa para pelaku komunikasi secara timbal balik menanggapi satu sama lain. Bersifat sirkual, berdasarkan Pandangan Dunia II yang mungkin aksional atau non aksional. Bergantung pada derajat para pelaku komunikasi dalam peranannya sebagai pemilih yang aktif.

4. Tema Aksiologikal
Bagi cendikiawan komunikasi, ada tiga persoalan askiologis :
a. Apakah teori bebas nilai?
b. Sejauh mana praktek penyelidikan terhadap objek yang dipelajari?
c. Sejauh mana ilmu berupaya mencapai perubahan sosial?
Secara keseluruhan dalam persoalan askiologis ini terdapat dua posisi umum :
1. Ilmu yang sadar nilai (value-conscious) mengakui pentingnya nilai bagi penelitian dan teori dan secara bersama berupaya untuk mengarahkan nilai-nilai itu kepada tujuan yang positif.
2. Ilmu yang bernilai netral (value-netral) percaya bahwa ilmu menjauhkan diri dari nilai-nilai, dan para cendikiawan mengontrol efek nilai-nilai itu.

3. Pemikiran Whitney R. Mundt

Whitney R. Mund dalam karyanya “Global Media Philosophies” menegaskan bahwa ia tidak memperhitungkan suatu filsafat sebenarnya ( true philosophy ) cinta akan kebijaksanaan atau pengetahuan juga tidak untuk menjelaskan keterpautan pemerintah dengan jurnalistik dimana keseimbangan kekuatan selalu bergeser.
Sehubungan dengan itu Mundt menggunakan tipologi “ four theories of the press “ karya Fred Siebert, Theodore Peterson dan Wilbur Schramm. Empat teori pers menurut ketiga pakar iru kemudian diberbagai di Negara dunia berkembang menjadi media massa. Teori tersebut adalah:
• Teori authoritarian : pers adalah pelayan Negara
• Teori libertarian : media tidak bisa tunduk kepada pemerintah, tetapi harus bebas, otonom, bebas untuk menyatakan idenya tanpa harus takut diintervensi pemerintah.
• Teori social responsibility : modifikasi atau perkembangan dari teori libertarian, tetapi berbeda dengan fungsi akarnya, funsi pers adalah sebagai media untuk mendiskusikan konflik. Pers merupakan tanggungjawab sosial yang diawasi oleh opini komunitas, kegiatan konsumen dan etika professional.
• Teori Soviet Communist dikatakan oleh Mundt bahwa pers Uni Soviet melayani partai yang sedang berkuasa, dan dimiliki oleh Negara.

Ralph L. Wenstein tahun 1971 menyarankan revisi tipologi empat teori tadi, karena menurut dia model Siebert-Peterson-Schramm itu tidak kenyal (flexible) dan tidak dapat diaplikasikan pada semua sistem pers. Tipologi Lowenstein antara lain :
Kepemilikan Pers
1. Kepemilikan pribadi : dimiliki oleh perorangan atau lembaga non pemerintah; dibiayai terutama oleh periklanan dan langganan.
2. Kepemilikan partai politik : dimiliki oleh partai politik;disubsidi oleh partai atau anggota partai.
3. Kepemilikan pemerintah : dimiliki oleh pemerintah atau partai pemerintah yang dominan;disubsidi terutama oleh dana pemerintah.
Filsafat Pers
1. Otoritarian : dengan lisensi pemerintah untuk menekan kritik dan dengan demikian memelihara kekuasaan kaum elite.
2. Sosial-otoritarian : dimiliki oleh pemerintah atau partai pemerintah untuk melengkapi pers guna mencapai tujuan ekonomi nasional dan tujuan filsafati.
3. Libertarian : ketiadaan pengawasan pemerintah ( kecuali undang-undang tentang fitnah dan cabul), untuk menjamin pemasaran gagasan secara bebas dan pengoperasian proses tegakan diri.
4. Sosial Libertarian : pengawasan pemerintah secara minimal untuk menyumbat saluran-saluran komunikasi dan untuk menjamin semangat operasional dari filsafat libertarian.
5. Sosial sentralis : kepemilikan pemerintah atau lembaga umum dengan saluran komunikasi terbatas untuk menjamin semangat operasional dari filsafat libertarian.


B. MANUSIABSEBAGAI PELAKU KOMUNIKASI
Sofokles serang dramawan zaman Yunani Purba yang hidup 500 tahun sebelum masehi mengatakan : didunia ini banyak keajaiban, tetapi tidak ada yang lebih ajaib daripada manusia.
Peliknya komunikasi antar manusia oleh karena secara sosiologis berlangsung secara horizontal atau vertical dengan perbedaan status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, agama, suku, bangsa atau ras dan lain sebagainya.
Rumitnya komunikasi antar manusia, oleh karena secara teleologis komunikasi mengandung tujuan, yakni mengubah sikap, opini, perilaku, kepercayaansecara teleologis komunikasi mengandung tujuan, yakni mengubah sikap, opini, perilaku, kepercayaan, agama. Oleh karena itu untuk memahami proses komunikasi secara mendalam kita perlu memahami manusia.
1. Pelik-pelik manusia
Aritoteles (384-322 sebelum Masehi) mengatakan bahwa dialam ini ada tiga jenis makhluk dengan roh yang tarafnya bertingkat-tingkat.
Yang paling rendah tarafnya adalah anima avegetatifa atau roh vegetative yang dimiliki tumbuh-tumbuhan. Yang lebih tinggi dari itu anima sensivita atau roh sensitive yang dimiliki binatang,sehinggga binatang memiliki 2 roh yaitu anima vegetative dan anima sensitive. Dan yang paling tinggi adalah anima intelektiva atau roh intelek yang hanya dimiliki oleh manusia sehingga manusia memiliki 3 jenis roh yakni anima vegetative, anima sensitive dan anima intelektiva.

2. Paham-paham mengenai manusia
Menurut Prof. Drijarkara dalam filsafat ada beberapa aliran atau paham mengenai manusia, yakni :
a. Paham materialisme
Paham ini berpandangan bahwa manusia pada prinsipnya hanyalah materi atau benda.
b. Paham idealisme
Idealisme berasal dari perkataan eidos yang berarti berpikir. Manusia adalah manusia, karena ia berpikir, karena ia mempunyai idea, karena ia sadar akan dirinya.
Descartes memandang manusia sama saja dengan kesadarannya. Menurut Descartes, manusia itu terdiri dari dua macam zat, yang berbeda secara hakiki, yaitu :
 Ras cogitans, zat yang dapat berpikir.
Adalah zat roh, zat yang bebas, tidak terikat oleh hokum alam, bersifat rohaniah.
 Ras extense, zat yang mempunyai luas.
Adalah zat materi, tidak bebas, terikat dan dikuasai oleh hukum alam.
c. Paham eksistensialisme
Menurut kata asalnya :
 Eks berarti keluar
 Sistensi berarti berdiri
 Eksistensi berarti : berdiri sebagai diri sendiri dengan keluar dari diri sendiri.
Yang dimaksudkan dengan eksistensi adalah cara manusia berada di dunia, dan cara ini dengan untuk manusia, tidak untuk lain benda.
3. Ethos komunikator
Sejak zaman Yunani Purba tatkala komunikasi masih berkisar pada komunikasi lisan yang waktu itu dinamakan retorika ditekankan kepada para komunikator yang dalam retorika disebut orator atau rethor agar mereka melengkapi diri dengan ethos, pathos dan logos (Casmir, 1974 : 19-20).
a. Ethos
Berarti “sumber kepercayaan” (source credibility) yang ditunjukan oleh seorang orator bahwa ia memang pakar dalam bidangnya, sehingga oleh karena seorang ahli maka ia dapat dipercaya.

b. Pathos
Berarti “imbauan emosional (emotional appeals)” yang ditunjukan oleh seorang rethor dengan menampilkan gaya dan bahasanya yang membangkitkan kegairahan dengan semangat yang berkobar-kobar pada khalayak.
c. Logos
Berarti “imbauan logis” (logical appeals) yang ditunjukan oleh seorang orator bahwa uraiannya masuk akal sehingga patut diikuti dan dilaksanakan oleh khalayak.

Paparab Austin J. Freeley dalam bukunya “Argumentation and Debate” mengenai komponen ethos dan faktor pendukung ethos.
• Komponen-komponen ethos
• Competence (kemampuan/kewenangan)
• Integrity (intergritas/kejujuran)
• Good will (tenggang rasa)
Tugas komunikator ialah membimbing komunikan untuk percaya bahwa ia adalah seorang yang berkemampuan dalam subjek yang ditanganinya, bahwa ia mempunya integritas, dan bahwa ia mempunyai good will terhadap komunikan.
• Faktor-faktor pendukung ethos
a. Persiapan (preparation)
b. Kesungguhan (seriousness)
c. Ketulusan (sincerity)
d. Kepercayaan (confidence)
e. Ketenangan (poise), hanya berlaku pada pidato
f. Keramahan (friendship)
g. Kesederhanaan (moderation)

4. Komunikator Humanistik
Adalah diri seseorang yang unik dan otonom, dengan proses mental mencari informasi secara aktif, yang sadar akan dirinya dan keterlibatannya dengan masyarakat, memiliki kebebasan memilih, dan bertanggungjawab terhadap perilaku yang diakibatkan.(Stone, 1978 :86).
Bardon Stone dalam bukunya “Human Communication, The Process of Relating) menyajikan tiga pandangan sifat manusia yakni behavioristik, psikoanalitik, humanistic. Dibawah ini adalah asumsi dari masing-masing pandangan tersebut.
a. Asumsi behavioristik
Kaum behavioris menjadikan manusia sebagai objek dengan menunjukan tidak sebagai manusia atau individu, melainkan sebagai organism.
Model sifat dasar dari kaum behavioris pada dasarnya merupakan model teori belajar (learning theory model) yang menganggap bahwa melalui peneguhan perilaku yang dapat diterima, anda dapat mengetahui struktur masyarakat. Ada 3 asumsi pokok mengenai sifat dasar manusia :
• Asumsi yang menyatakan bahwa perilaku dipelajari dengan membentuk asosiasi.
• Asumsi yang menyatakan bahwa manusia pada dasarnya bersifat hedonistic, berupaya mencari kesenangan dan menghindari kesulitan.
• Asumsi yang menyatakan bahwa perilaku pada dasarnya ditentukan oleh lingkungan.

b. Asumsi psikoanalitik
Pendekatan psikoanalitik hanya dilakukan oleh seorang psikolog, yakni Sigmund Freud, dia adalah orang pertama yang memperkenalkan pemikiran bahwa dorongan mental berada dalam kendali perilaku manusia. Pendapatnya ini berlawanan dengan pemikiran “ilmiah” yang menganggap bahwa semua objek yang menimbulkan akibat dapat diamati dan diukur dengan menggunakan instrument ilmiah.
Freud membatasi dua dorongan dasar yakni seks dan agresi. Mengenai agresi sumbernya adalah kekecewaan yang diakibatkan oleh ketidakmampuan memecahkan masalah internal dan eksternal.
Model sifat dasar manusia yang dikemukakan oleh Freud merupakan model psikodinamik yang menyerupai sistem hidraulik dengan tiga bagian (id, ego, superego) bekerja pada semua tinkat kesadaran (dibawah sadar, menjelang sadar dan sadar), berada dibawah dua prinsip perilaku (kesenangan dan realitas) dan didorong oleh dua kebutuhan primer ( seks dan agresi).
Menurut kaum psikoanalisis perilaku seseorang diakibatkan oleh konflik antar pemuasan dorongan dasar (seks dan agresi) dengan norma-norma masyarakat.

c. Asumsi humanistic
Abraham Maslow merupakan bapak aliran humanistic.
Konsep utama yang disumbangkan humanisme Renaissance adalah konsep mengenai martabat dan kebebasan serta kemampuan untuk mengetahui dan mengekspresikan perasaan, pikiran, dan pengalaman.
Kaum eksistensialis melengkapi psikologi humanistic dengan hal-hal pokok tentang manusia, termasuk fokusnya kepada perkembangan pribadi. Jadi, perhatiannya terhadap individualitas dan peranan etika dalam pengambilan keputusan, memungkinkan integritas pilihan yang bertentangan dengan fungsi sosial.

 Ciri-ciri komunikator humanistic
 Berpribadi
 Unik
 Aktif
 Sadar diri dan keterlibatan sosial

C. PIKIRAN SEBAGAI ISI PESAN KOMUNIKASI
Secara elementer komunikasi berarti proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain, atau oleh seorang komunikator kepada komunikan.
Pesan komunikasi terdiri dari dua aspek, yakni aspek pertama isi pesan (the content of the message) dan aspek lambang (symbol).
Isi pesan komunikasi terutama adalah pikiran, ada kalanya juga perasaan, tetapi hanya merupakan faktor pengaruh saja;lambang umumnya adalah bahasa, oleh karena hanya bahasa dibandingkan lambang-lambang lain seperti kial (gesture), gambar, warna, isyarat dan lain-lain yang mampu member makna kepada segala hal dalam kehidupan manusia, baik benda konkret maupun konsep yang abstrak. Oleh karena itu pula bahasa melekat pada pikiran, sehingga bahasa tidak mungkin dilepaskan dari pikiran. Tegasnya orang berpikir dengan bahasa.

Masalah berpikir sebagai fungsi komunikasi :
1. Intensitas berpikir
Berpikir dapat didefinisikan sebagai kemampuan manusia untuk mencari arti bagi realitas yang muncul dihadapan kesadarannya dalam pengalaman dan pengertian (Huijbers :1986, 116). Jadi komunikasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan manusia untuk mengutarakan pikirannya kepada orang lain.
Fungsi berpikir menyangkut dua aspek yang penting dalam diri manusia yang dinamakan “wissen” atau mengetahui dan “verstehen” atau mengerti atau memahami secara mendalam.
Dalam kehidupannya manusia sebagai makhluk sosial yang dalam prosesnya berlangsung secara horizontal atau berpikir secara sensivito-rasional dan secara vertical atau berpikir secara metarasional.
a. Berpikir sensitivo-rasional
Secara horizontal manusia berpikir mengenai suatu realitas dengan dilandasi pengalaman sebagai rekaman dari penginderaan selama hidupnya, rekaman dari fungsinya sebagai komunikan dalam setiap proses komunikasi yang melibatkan dirinya. Maka, apabila ia berkomunikasi secara horizontal yang berkisar pada persoalan tahu dan mengetahui, sifatnya menjadi sensitivorasional.

b. Berpikir metarasional
Tidak lagi memandang suatu realita sosial dengan indera mata (das Ding ansich), tetapi dengan mata batiniah apa yang terdapat diseberang realita (beyond the reality), secara metafisik.

Berdasarkan intensitas berpikir itu komunikator yang berpikir secara sensitive-rasional hanya berfungsi sebagai informer atau informan saja, yang hanya menyampaikan informasi, sedangkan komunikator yang berpikir secara metarasional berfungsi sebagai interpretator, menyampaikan interpretasi (proses memperantai dan menyampaikan pesan yang secara eksplisit dan implicit termuat dalam realitas).

2. Sistematika Berpikir
Pikiran dikemas oleh bahasa, proses ini dinamakan ideasi (ideation). Sesudah proses ideasi ini baru berlangsung proses transmisi, pengoperan kepada komunikan.

Sistemika berpikir berdasarkan karya tulis dr. Marseto Donoseputro adalah :
a. Berpikir deduktif (deductive thinking)
Reasoning yang deduktif berasal atau bersumber dari suatu pandangan umum (general conclusion). Sumber dari filsafat berpikir seperti ini berasal dari Plato dan Aristoteles.
Dari suatu rumus umum dapat ditarik berbagai kesimpulan, ini dapat disebut analytic thinking.

b. Berpikir induktif (inductive thinking)
Yakni menarik kesimpulan umum dari berbagai kejadian (data) yang ada disekitarnya. Dasarnya adalah observasi, proses berpikirnya adalah synthesis, tingkatan berpikirnya adalah inductive.

c. Berpikir memecahkan masalah (problem solving thinking)
Prosesnya secara kornologis adalah sebagai berikut:
 Analysis
 Synthesis problem definition (atau kadang-kadang disebut problem recognition)
 Evaluation
 Selection (alternative)


d. Berpikir kausatif (causative thinking)
Membentuk peristiwa mendatang dan prestasi daripada menunggu nasib yang akan menimpa.

e. Berpikir kreatif (creative thinking)
Adalah suatu tingkatan berpikir yang tinggi : kesanggupan seseorang untuk menciptakan ide baru yang berfaedah.

f. Berpikir filsafati (philosophical thinking)
Louis O. Kattsoff dalam bukunya “Elements of Philosophy” menyatakan bahwa kegiatan filsafati merupakan perenungan, yaitu suatu jenis pemikiran yang meliputi kegiatan meragukan segala sesuatu, mengajukan pertanyaan, menghubungkan gagasan yang satu dengan yang lainnya, menanyakan “mengapa”, mencari jawaban yang lebih baik jawaban dari pandangan pertama.

3. Pertimbangan nilai
Pertimbangan niali dilakuakan seorang komunikator disaat mengemas pikirannya dengan bahasa dalam ideasi, sesaat sebelum suatu pesan ditransmisikan kepada komunikan.
a. Pengertian nilai
Nilai adalah pandangan, cita-cita, adat, kebiasaan, dan lain-lain yang menimbulkan tanggapan emosional pada seseorang atau masyarakat tertentu. Dalam pengertian umum istilah nilai sering dipergunakan untuk hal-hal yang menunjukan harga atau penghargaan, guna atau kegunaan, baik atau kebaikan, dan sebagainya.

b. Cirri nilai
Cirri-ciri nilai menurut Andrain :
 Umum dan abstrak
 Konseptual, tidak konkret
 Menunjukan dimensi “keharusan”
 Menunjukan perbedaan antara nilai sosial yang mempengaruhi dengan nilai pribadi yang khas
 Menunjukan ketidakajegan
 Bersifat mapan
Pemahaman mengenai cirri nilai amat penting, terutama dalam hubungannya dengan lambang sebagai aspek komunikasi, khususnya komunikasi politik.


c. Nilai logika, etika, dan estetika dalam komunikasi
1. Logika
Logika berkaitan dengan penelaahan terhadap asas-asas dan metode penalaran secara benar.
Logika oleh Sumer didefinisikan sebagai “ilmu pengetahuan tentang karya-karya akal budi untuk melakukan pembimbingan menuju kebenaran”.
Penjelasan mengenai definisi tersebut adalah sebagai berikut:
a. Logika adalah ilmu pengetahuan, karena merupakan keseluruhan dari hal-hal yang diketahui dan dibuktikan dengan prinsip-prinsip seperti halnya denngan ilmu-ilmu lainnya;
b. Logika mengandung karya-karya akal budi (pemikiran, putusan dan pengertian) sebagai objek material;
c. Logika memiliki aturan-aturan sebagai objek formal, yakni hukum-hukum yang mrngatur akal budi untuk menunjukan kebenaran.
Dengan memahami logika, seorang komunikator setidak-tidaknya tidak akan terjerumus kedalam jurang kekeliruan, kesesatan, dan kesalahan, yang oleh Francis Bacon dalam bukunya yang terkenal “novum organum” diklasifikasikan sebagai berikut :
 The idols of the cave, yaitu kekeliruan akibat pemikiran yang sempit.
 The idols of the tribe, yaitu kesesatan yang disebabkan oleh hakikat manusia secara individual yang merasa dirinya dari suku tertentu, bangsa tertentu atau ras tertentu.
 The idols of the forum, yaitu kesalahan yang disebabkan kurangnya penguasaan bahasa
 The idols of the market place, yakni kekeliruan yang dilakukan sesorang karena terlalu tegar dalam mengidentifikasikan dirinya kepada adat, kebiasaan dan norma-norma sosial.

2. Etika
Definisi etika dari beberapa ahli :
 Andersen mendefinisikan etika sebagai berikut : suatu studi tentang nila-nilai landasan bagi penerapannya. Ini bersangkutan dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai apa itu kebaikan atau keburukan dan bagaimana seharusnya.
 Dr. Franz von Magniz dalam bukunya “Etika Umum” ia mengatakan bahwa etika adalah penyelidikan filsafat tentang yang baik dan buruk.
 Prof. Dr. Ahmad Amin dalam bukunya “Etika (ilmu akhlak) menegaskan bahwa untuk menilai baik buruk seseorang, harus dilihat apakah disengaja atau tidak. Pokok persoalan etika adalah segala perbuatan yang dilakukan manusia dengan sengaja dan ia menyadarinya ketika melakukan perbuatan itu.

3. Estetika
Istilah estetika berasal dari bahasa latin ‘aestheticus” atau bahasa Yunani “aestheticos” yang bersumber dari kata “aisthe’ yang berarti merasa.
Aestetika dapat didefinisikan sebagaisusunan bagian daru sesuatu yang mengandung pola, pola mana mempersatukan bagian-bagian tersebut yang mengandung keselarasan dari unsure-unsurnya sehingga menimbulkan keindahan.
Dari definisi diatas dapat disimak bahwa estetika menyangkut perasaan, dan perasaan ini adalah perasaan indah.
Warner J. Severin dan James, W. Tankard Jr. dalam bukunya “Communication Theories, Origins, Methods, Uses” mengatakan bahwa komunikasi massa adalah sebagian keterlampilan, sebagaian seni, dan sebagaian ilmu. Untuk jelasnya, Severin dan Tankard menyatakan sebagai berikut :
Komunikasi massa adalah sebagaian keterlampilan dalam pengertian meliputi teknik-teknik tertentu yang secara fundamental dapat dipelajari seperti memfokuskan kamera televisi, mengoperasikan perekam pita, dan mencatat ketika berwawancara. Ia adalah seni dalam pengertian meliputi tantangan kreatif seperti menulis naskah untuk acara dokumentasi televise, mengembangan tata letak yang menyenangkan dan memikat untuk iklan majalah, dan menampilkan teras berita yang menarik dan mengena untuk kisah berita. Ia adalah ilmu dalam pengertian mencakup asas-asas yang dapat diuji dalam membuat karya komunikasi dapat mencapai tujuan khusus lebih efekti.

D. KOMUNIKASI SEBAGAI PROSES INTERAKSI SIMBOLIK
Interaksi simbolik dapat dikatakan perpaduan dari perspektif sosiologis dan perspektif komunikologis, oleh karena interaksi adalah istilah dan garapan sosiologi, sedangkan simbolik adalah istilah dan garapan komunikologi atau ilmu komunikasi.
Interaksionisme merupakan pandangan terhadap realitas sosial yang muncul pada akhir decade 1960-an dan awal decade 1970, tetapi para pakar beranggapan bahwa pandangan tersebut tidak bisa dikatakan baru.
Beberapa pakar yang memberikan dasar dan apa yang mengembangkan interaksionisme simbolik antara lain :
1. George Herbert Mead
Mead dianggap sebagai bapak interaksionisme simbolik, karena pemikirannya yang luar biasa. Dia mengatakan bahwa pikiran manusia mengartikan dan menafsirkan benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang didalamnya, menerangkan asal mulanya dan mengamalkannnya.

Mead meninjau seseorang sebagai organisme yang secara biologis berkembang dengan pikiran yang rational dan otak yang mampu. Dengan menggunakan kial (gesture) dan pengambilan peranan, orang menjadi objek bagi dirinya, dalam pengertian dia melihat dirinya sebagaimana orang lain melihatnya. Orang itu membatinkan pandangan dirinya secara umum dan dengan demikian berprilaku secara ajeg. Dengan pikirannya, orang merencanakan dan melatih perilaku simbolik sebagai persiapan sebelum berinteraksi dengan orang lain.

2. Herbert Blumer
Blumer mengawali pemikirannya mengenai interaksi simbolik dengan tiga dasar pemikiran penting sebagai berikut :
a. Manusia berperilaku terhadap hal-hal berdasarkan makna yang dimiliki hal-hal tersebut baginya.
b. Makna hal-hal itu berasal dari, atau muncul dari, interaksi sosial yang pernah dilakukan dengan orang lain.
c. Makna-makna itu dikelola dalam, dan diubah melalui, proses penafsiran yang dipergunakan oleh orang yang berkaitan dengan hal-hal yang dijumpainya.
Berikut ini kita simak pendapat Blumer sebagaimana dipapakarkan oleh K.J. Veegers dalam bukunya “Realitas Sosial”.
1. konsep diri
manusia bukan semata-mata organisme yang bergerak dibawah pengaruh perangsang-perangsang, baik dari dalam maupun dari luar, melainkan organisme yang sadar akan dirinya.

2. Konsep kegiatan
Manusia merancang kegiatannya tidak semata-mata sebagai reaksi bioligis terhadap kebutuhannya, norma kelompoknya atau situasinya, melainkan merupakan konstruksinya. Adalah manusia sendiri yang menjadi konstruktor perilakunya.

3. Konsep objek
Manusia hidup ditengah-tengah objek. Objek meliputi segala sesuatu yang menjadi sasaran perhatian manusia. Objek bisa bersifat konkret seperti kursi, dapat pula abstrak, bisa juga pasti seperti golongan darah atau agak kabur seperti ajaran filsafat.

4. Konsep interaksi sosial
Interaksi berarti proses pemindahan diri pelaku yang terlibat secara mental kedalam posisi orang lain.


5. Konsep aksi bersama
Istilah aksi bersama sebagai terjemahan dari “joint action” jadi berarti kegiatan kolektif yang timbul dari penyesuaian dan penyerasian perbuatan orang-orang satu sama lain.

E. TELAAH FILSAFATI TERHADAP TEKNOLOGI MEDIA KOMUNIKASI
Dalam sejarah ilmu pengetahuan terjadi empat kali revolusi sebagai berikut :
 Revolusi pertama
Revolusi ini membuka era bagi penelitian mendalam mengenai gaya gravitasi dan penelitian tentang dinamika gerakan benda-benda, era ini dirintis oleh Isac Newton yang dilanjutkan oleh Bernoulis, Euler, Lagrange dan Laplace.
 Revolusi kedua
Era ini lebih memusatkan pada sifat-sifat kelistrikan dan kemagnitan benda sebagai keseluruhan, dan juga mengenai sifat-sifat radiasi, revolusi kedua ini dipelopori oleh Faraday dan Maxwell.
 Revolusi ketiga
 Era ini dimulai pada awal abad ini dengan ditemukannya sifat kuantum cahaya oleh Max Planc.
 Revolusi keempat
Revolusi fisika ini dimulai tahun 1938 dengan ditemukannya suatu tipe materi baru yang oleh Andreson disebut partikel.

Empat revolusi ilmu pengetahuan, khususnya revolusi fisika itu, sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia, sehingga menyebabkan perubahan yang menakjubkan. pengaruh tersebut sifatnya berbeda-beda, tetapi jelas mempengaruhi empat bidang :
 Bidang intelektual
 Bidang industry dan kemampuan di medan perang
 Organisasi sosial dan kehidupan politik
 Tata lingkungan (Zen,1981 :7)

1. Ambivalensi teknologi media komunikasi
Pengertian teknologi atau dalam bahasa inggris “technology” dari kamus, ternyata bahwa secara harfiah berasal dari bahasa Yunani “technologia” yang berarti perlakuan sistematis (systematic treatment) dan secara maknawi berasal dari istilah “techno” yang berarti teknik, seni, atau keterlampilan, dan “logos” yang berarti ilmu. Jadi makna teknologi adalah ilmu tentanng seni atau keterlampilan.
Teknologi mengandung potensi merusak dan potensi kekuasaan.
Pengaruh revolusi fisika terhadap revolusi komunikasi menurut Everett Rogers dalam bukunya Communication Technology terdiri dari empat era sebagai berikut :
 Era komunikasi tulisan (the writing era of communication)
Era ini dimulai tahun 4000 sebelum masehi pada waktu mana bangsa Sumeria menggunakan tablet dari tanah liat, bangsa Cina menemukan tulisan untuk percetakan buku dan bangsa Korea menemukan alat dari logam yang menggantikan huruf-huruf dari tanah.
 Era percetakan (the printing era of communication)
Era ini dimulai dengan ditemukannya alat percetakan oleh Gutenberg pada tahun 1456 ketika untuk pertama kalinya mencetak Kitab Injil. Kemudian pada tahun 1833 dimulainya sirkulasi media massa “the New York Syn” sebagai “penny press newspaper”. Pada tahun 1893 dimulai topografi dengan metode praktis dalam surat kabar.
 Era telekomunikasi (telecommunication era)
Samuel Morse pada tahun 1844 untuk pertama kali mengirim pesan secara telegrafis; pada tahun 1876 Alexander Graham Bell untuk pertama kalinya mengirim pesan secara telefonis; pada tahun 1895 Guglielmo Marconi mengirimkan pesan secara radio. Setahun sebelumnya film bioskop untuk pertama kali ditunjukan kepada umum, pada tahun 1920 dimulainya radio siaran, sedangkan televise didemonstrasikan mulai tahun 1933.
 Era komunikasi interaktif (interactive communication)
Computer yang dinamakan “main frame computer”, “ENIAC” ditemukan di Universitas Pennsylvania pada tahun 1946, sedang transistor dan video pita masing-masing ditemukan pada tahun 1947 dan 1956. Pada tahun 1971 ditemukan mikroprosesor, pada tahun 1976 sistem teleks dan pada tahun 1979 sistem videoteks yang kesemuanya merupakan produk teknologi elektronik menyempurnakan radio dan televisi yang telah ditemukan decade-dekade sebelumnya (Rogers, 1986 : 25).

Dengan teknologi dibidang komunikasi masa maka globalisasi informasi dan komunikasi semakin kuat dampaknya. Siapa yang menguasai teknologi canggih itu, maka dia akan menanamkan pengaruhnya dinegara-negara lain. Dalam hal itulah letak ambivalensinya media massa;apakah bermanfaat ataukah merugikan.

2. Pemikiran Jacques Ellul mengenai teknologi media komunikasi
Ellul dilahirkan di Bordeaux, Prancis, pada tahun 1912. Sebagai doctor dalam ilmu-ilmu sosial. Ellul juga banyak terlibat dalam kegiatan politik. Diantara buku-buku yang Ellul tulis ada yang berkaitan dengan ilmu komunikasi berjudul “Propaganda” yang diterbitkan pada tahun 1962 (Menezes, 1984:3-4). Ia mengatakan bahwa sistem propaganda terdiri dari dua gabungan teknik yang pertama menyangkut sejumlah teknik mekanistik yang rumit (radio,tv,film). Kedua meliputi sejumlah teknik psikologis yang mampu menggali pengetahuan yang mendalam psikhe manusia (menezes,1984:31).
Dalam kaitan ilmu, teknologi,dan agama, Ellul mengatakan bahwa ilmu dan teknologi menghapus segala yang dianggap suci oleh manusia tanpa menyodorkan alternative lain. Sebaliknya manusia telah menganggap teknologi sebagai sesuatu yang suci. Para penganut ajaran komunis telah menolak agama dan menggantinya dengan ajaran komunis sebagai ganti Jesus atau Muhammad SAW mereka memuja Lenin, Stalin atau Mao Ze Dong. Teknologi yang semula dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia, jadi sebagai alat oleh sebagian manusia dijadikan tujuan akhir.(Zen, 1981:31)

F. MAHZAB FRANKFURT VERSUS MAHZAB CHICAGO
Pada tahun 1960an saat teknologi komunikasi massa menunjukan perkembangannya yang sangat pesat timbul pertentangan pendapat mengenai peranan dan tentang efek komunikasi massa diantara para pakar yang tergabung dalam apa yang disebut Mahzab atau aliran Frankfur di Jerman disatu pihak dan Mahzab atau aliran Chicago di Amerika Serikat dilain pihak.

1. Mahzab Frankfurt
Tokoh-tokohnya antara lainTh. Adorno, M. Hoekheimer, W. Benjamin, P. Lazarsfeld, dan M. Marcuce dari instusi Frankfurt untuk penelitian sosial (Frankfurt Institut fur Sozialforschung) menampilkan suatu teori yang dinamakan Teori Komunikasi Kritik, penelitiannya dinamakan penelitian kritik (critical research).
Yang dijadikan objek studi adalah peranan media massa dalam kehidupan modern. Pandangan ilmiah teori komunikasi kritik bersifat normative yang menentang kebebasan nilai dan penyempitan realitas sosial pada penelitian yang positivisme empiric. Ditegaskannya bahwa realitas sosial harus didekati dengan emansipasi manusia, diteliti dengan teori sosial yang luas, tidak secara terpilah-pilah diantara ilmu, politik dan filsafat (Hollander, 1981 : 24).
Teori komunikasi kritik muncul ketika terjadi aksi-aksi mahasiswa Eropa Barat pada tahun 1960-an khususnya di Jerman pada tahun 1967 yang menuntut demokrasi universitas dan semakin marak setelah muncul Jurgen Habermas murid Horkheimer dan Ardono, terutama sejak tahun 1970-an pada waktu mana banyak buku mengenai pemikirannya diterjemahkan kedalam bahasa Inggris dan bahasa lain.

2. Mahzab Chicago
mahzab Chicago atau aliran Chicago merupakan pandangan para pakar penelitian Amerika Serikat yang antara lain terdiri dari Robert Ezra Park, Paul F. Lazarsfeld, Harold D. Lasswell, Bernard Berelson, Robert K. Merton, Daniel Lerner, Ithiel De Sola Pool, Wilbur Schramm, Charles Wright, David Berlo, dan lain-lain.
Mazhab Chicago dengan positivism empiric menitikberatkan penelitiannya pada pemecahan masalah criminal, prostitusi, dan masalah-masalah lainnya yang timbul akibat industrialisasi dan urbanisasi yang berlangsung sangat cepat di Amerika (Wirahadikusumah dalam Praktikto, 1987 : 34).
Pada masa puncaknya kejayaan Mahzab Chicago, penelitian komunikasi banyak dilakukan dengan metode kuantitatif. Dalam rangka memenuhi pesanan para penyedia dana, baik dari pemerintahan, yayasan atau perusahaan, penelitian banyak dilakukan terhadap persuasi, propaganda, dan efek langsung dari media massa pada khalayak.
Penelitian komunikasi dengan penekanan pada efek langsung itu, merupakan pengaruh model linear dari Shanon dan Weaver (mathematical mode of communication theory). Pendekatan penelitian adalah dengan memusatkan perhatian kepada individu sebagai sistem analisis, bukan sebagai bagian dari sistem sosial. Aliran ini menyadari bahwa media komunikasi memiliki keperkasaan dalam mempengaruhi masyarakat.
Pada akhir tahun1960-an dan tahun 1970-an minat para peneliti aliran empirisme beralih ke komunikasi tak langsung. Aliran ini memperluas cakrawala pandangan tentang efek komunikasi diluar penataan agenda (agenda setting).
Perkembangan penelitian dengan pendekatan yang baru itu menunjukan banyaknya penelitian yang dilakukan untuk memahami efek negative media massa. Penelitian yang dikembangkan oleh Mahzab Chicago dijuluki penelitian administratrif (administrative research).

3. Kritik Mahzab Frankfurt terhadap Mahzab Chicago dan Komunikasi Massa Amerika
Kritik Mahzab Frankfurt terhadap Mahzab Chicago, antara lain menyatakan bahwa penelitian komunikasi massa yang positivistic empiric oleh Mahzab Chicago yang tidak menggunakan teori sosial sevara umum tidak dapat mengkaji fenomena-fenomena komunikasi massa.
Dengan penolakannya terhadap penelitian komunikasi yang positivistic empiric itu, Teori Komunikasi Kritik tidak hanya memusatkan perhatiannya semata-mata kepada media massa sebagai ajang penelitian. Jadi Teori Komunikasi Kritik adalah teori media massa kritik, dengan konteks sosial sebagai titik tolaknya guna mempelajari fungsi media massa.
Dampak Teori Komunikasi Kritik terhadap perkembangan Ilmu Komunikasi ialah timbulnya kesadaran bahwa komunikasi massa dan media massa harus dipelajari dalam konteks sosial agar dapat diperoleh latar belakang historis-ekonomis-politik bagi fenomena komunikasi massa.



ANALISA PEMBANDING
BAB I PERKEMBANGAN KOMUNIKASI DARI FENOMENA KE ILMU
Buku pembanding berjudul “FILSAFAT ILMU KOMUNIKASI” Penulis Dani Vardiansyah dan Penebit PT INDEKS
Terdapat dalam hal 25-29.
Komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk prilaku orang lainnya (khalayak).- Hovlan, Jenis & Kelly,1953.

Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain melalui penggunaan symbol-=symbol seperti kata-kata, gambar, angka dan lain-lain.- Berelson & Steiner, 1964.

Komunikasi adalah suatu proses yang membuat sesuatu dari semula yang dimiliki oleh seseorang (monopoli seseorang) menjadi dimiliki dua orang atau lebih.- Gode, 1959.

Komunikasi adalah usaha penyampaian pesan antar manusia

Jadi ilmu komunikasi adalah ilmu yang mempelajari tentang usaha penyampaian pesan antar manusia.

BAB II HAKIKAT KOMUNIKASI
Buku pembanding Berjudul “ILMU KOMUNIKASI” Penulis Deddy Mulyana, M.A., Ph.D. dan penerbit PT REMAJA ROSDAKARYA.
Terdapat dalam hal 3-30
Fungsi-fungsi berkomunikasi diantaranya:
1. Untuk komunikasi sosial
Fungsi ini mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi diri kita,untuk kelangsungan hidup dan bersosialisasi dengan individu atau masyarakat lain.
2. Untuk komunikasi ekspresif
Komunikasi merupakan hasil curahan perasaan dalam bentuk tulisan, kata-kata, dan ekspresi. Dalam kontek fungsi ini komunikasi ditik beratkan pada gerak-gerik atau ekspresi dalam menyeimbangklan kata-kata.
3. Untuk komunikasi ritual
Fungsi ini erat kaitannya dengan komunikasi ekspresi namun biaasanya dilakukan oleh lebih dari satu individu. Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara atau ritual yang diyakini oleh komunitas tersebut akan member dampak-dampak tertentu. Disini lah merupakan fungsi dari komunikasi ini.
4. Untuk komunikasi instrumental
Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum: menginformasikan, mengajar, atau menggerakan tindakan, dan juga untuk menghibur. Yang mana dari semua tujuan umum itu mengandung muatan persuasif (bujukan).
BAB III TATANAN KOMUNIKASI
Buku pembanding berjudul “KOMUNIKASI ANTARPRIBADI” Penulis Dr. Alo Liliweri, M.S. dan penerbit PT CITRA ADITYA BAKTI
Terdapat dalam hal.6
Bentuk komunikasi atau tatanan komunikasi yaitu:
a. Personal Communication
1) Intrapersonal Communication
2) Interpersonal Communication
b. Group Communictaion
1) Small Group Communication
(1) Lecture
(2) Panel Discusion
(3) Symposium
(4) Seminar
(5) Brainstorming
(6) Etc
2) Large Group Communication/Publik Speaking
c. Mass Communication
1) Press
2) Televise
3) Film
4) Etc
BAB VI FILSAFAT KOMUNIKASI
Buku pembanding berjudul “FILSAFAT ILMU KOMUNIKASI” Penulis Dani Vardiansyah dan penerbit PT INDEKS
Terdapat dalam hal 2-110
Ketika manusia melihat atau mengalami suatu peristiwa, akan terdorong naluri ingin tahu ¬nya, ia pun akan bertanya: apakah ini? Dari mana datangnya? Apa sebabnya demikian? Mengapa demikian? Manusia yang semula tidak tahu, ia akan berusaha untuk mencari tahu kemudian mencari tahu, hingga keingintahu nya terpenuhi. Jika keingintahuannya terpenuhi, sementara waktu ia akan merasa puas. Namun, masih banyak hal yang mengelilingi manusia, baik yang tampak maupun yang tidak tampak, ada atau yang mungkin ada, yang berarti masih harus diuji kebenarannya. Hal ini kembali mendorong naluri ingin tahu, membuat pertanyaan lain yang yang terus bermunculan.
Terdapat dua cara manusia untuk tahu, yaitu bertanya kepada manusia lain atau bertanya pada diri sendiri dengan melakukan penyelidikan sendiri. Makin lanjut usia seseorang, kemampuan menyelidiki sendiri akan semakin besar, dan akan membuat hasil tahunya menjadi lebih banyak, lebih luas, dan lebih dalam. Semakin banyak dan dalam yang diketahui, ia akan semakin ingin tahu. Sepanjang hidup, naluri ingin tahu akan mendorong manusia untuk terus mencari tahu. Dengan demikian, naluri ingin tahu dapat diartikan sebagai dorongan alamiah yang dibawa manusia sejak lahir untuk mencari tahu tentang segala sesuatu, termasuk hal diri sendiri, dan baru akan berhenti di akhir kesadaran manusia pemiliknya.
Ada dua kemungkinan yang terjadi ketika manusia mencari tahu, bahwa yang didapat adalah tahu yang benar atau tahu yang keliru. Manusia tidak suka dengan kekeliruan, dimana semata-mata mereka ingin mencari tahu yang benar, membuat kebenaran sangat berarti bagi setiap manusia.
Sebelum mengetahui, manusia terlebih dahulu melihat, mendengar, serta merasa segala yang ada di sekitarnya. Segala yang dilihat, didengar, dan dirasa itulah yang merangsang naluri ingin tahu seseorang. Sepanjang hidupnya, manusia akan dirangsang alam sekitarnya untuk tahu. Hal utama yang terkena rangsang adalah panca indera, yaitu penglihatan, penciuman, perabaan, pendengaran, serta pengecapan. Hasil persentuhan alam dengan panca indra disebut peng-ALAM-an (pengalaman). Ketika tersentuh rangsang, manusia akan bereaksi. Namun, pengalaman semata-mata tidak membuat seseorang menjadi tahu. Pengalaman hanya memungkinkan seseorang menjadi tahu. Hasil dari tahu disebut penge-TAHU-an (pengetahuan). Pengetahuan ada jika demi pengalamannya, manusia mampu mencetuskan pernyataan atau putusan atas objeknya. Dengan kata lain, orang yang tidak dapat memberi pernyataan atau putusan demi pengalamannya dikatakan tidak berpengetahuan.
Manusia yang tahu dikatakan berpengetahuan. Sebagaimana dikatakan sebelumnya, pengetahuan adalah hasil dari tahu. Contoh, jika seseorang tahu bahwa rambut Heryanto beruban, artinya ia mengakui hal ”uban” terhadap ”rambut Heryanto”. Ia mengakui sesuatu terhadpa sesuatu. Ia membuat sesuatu, atau dalam filsafat disebut putusan. Jadi, pernyataan atau putusan adalah pengakuan sesuatu terhadap sesuatu.
Orang yang tidak tahu tidak dapat membuat putusan, tidak dapat mengakui apapun, tidak dapat memberi pernyataan, mengetahui sesuatu atas sesuatu. Dengan kata lain, orang yang tidak dapat membuat putusan dikatakan tidak tahu. Oleh karena itu, untuk dikatakan tahu orang harus sadar bahwa ia tahu, dibuktikan dengan kemampuannya membuat keputusan. Namun, keputusan tidak selamanya harus dicetuskan secara verbal, mungkin hanya tersimpan di hati manusianya saja.
Telah dikemukakan, tahu hendak mencakup objeknya. Apabila pengetahuan tidak sesuai dengan objeknya, maka disebut keliru. Sebaliknya, jika sesuai dengan objek, pengetahuannya dikatakan benar. Persesuaian antara pengetahuan dengan objeknya dinamakan kebenaran. Ketika kita memberi putusan tentang Intan, ”Oh, saya tahu, Intan itu yang berambut pendek, gemuk, kulitnya hitam kan?” Nyatanya, Intan tidak berambut pendek, gemuk, dan berkulit hitam. Artinya, terdapat ketidak sesuaian antara tahu dan objeknya. Maka, dikatakan bahwa kita keliru. Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang sesuai dengan objek, yaitu pengetahuan objektif: adanya persesuaian antara tahu dengan objeknya.
Karena suatu objek memiliki banyak aspek, sulit untuk mencakup keseluruhannya. Artinya, akan sulit untuk mencapai seluruh kebenaran. Minimal pengetahuan yang dimiliki sesuai dengan aspek yang diketahuinya. Jika seseorang tidak tahu tentang salah satu aspek dari suatu objek, ia bukan keliru melainkan dikatakan bahwa pengetahuannya tidak lengkap. Kekeliruan baru terjadi jika manusia mengira tahu tentang satu aspek, tetapi aspek itu tidak pada objeknya. Contohnya, dinyatakan bahwa Intan gemuk nyatanya tidak gemuk.
Sebagaimana diutarakan, terdapat dua cara manusia mendapat pengetahuan, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri dan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman orang lain yang diberitahukan kepadanya, baik secara langsung maupun melalui medium, misalnya sebuah buku. Contoh pengetahuan yang diperoleh dari orang lain adalah kita bisa berkata bahwa kutub utara dingin, padahal kita belum pernah ke sana. Kita mengetahui hal itu dari orang lain yang sudah pernah pergi ke sana, ataupun kita mengetahuinya melalui membaca buku yang menceritakan bahwa kutub utara dingin.
Berikut ini terdapat beberapa sikap mental di dalam menyikapi pengetahuan yang baru didapat, baik berdasarkan pengalaman sendiri maupun berdasarkan pengalaman orang lain. Sikap mental tersebut di antaranya:
1. Ke-YAKIN-an (Keyakinan)
Dalam mencari pengetahuan yang benar, manusia harus bersifat kritis, tidak cepat menyimpulkan telah mencapai kebenaran. Jika suatu ketika seseorang merasa cukup alasan pengetahuannya benar, berarti ia telah memiliki keyakinan. Tapi, keyakinan tidak selalu benar. Keyakinan hanya menunjukkan sikap manusia yang tahu, ia yakin karena telah cukup alasan bahwa pengetahuannya benar.
2. Ke-PASTI-an (Kepastian)
Bila manusia berdasarkan pengalamannya sendiri telah membuktikan bahwa keyakinannya benar, dapat dikatakan ia telah memiliki kepastian. Jadi, kepastian adalah keyakinan yang telah mendapat pembuktian kebenaran berdasarkan pengalaman. Dalam kepastian, manusia tidaka akan bersikap sangsi lagi.
3. Ke-PERCAYA-an (Kepercayaan)
Beda halnya dengan kepastian. Bila kepastian adalah sikap mental sebagai hasil dari mencari kebenaran berdasarkan pengalaman sendiri, dimana karena telah mengalami sendiri, seseorang meyakini kebenaran sebagai suatu kepastian. Sedangkan apabila kebenaran pengetahuan didapat dari pengalaman orang lain yang dipercaya, maka disebut kepercayaan. Contohnya, ketika seorang astronomi menyatakan bahwa akan ada gerhana, Anda akan mempercayai kebenaran pengetahuan itu karena percaya pada kredibilitas atau otoritas orang yang menyatakan hal tersebut. Jadi, percaya adalah menerima kebenaran karena kredibilitas atau otoritas orang yang menyampaikan. Agama dikatakan suatu jenis kepercayaan karena kebenarannya diterima berdasarkan kredibilitas dan otoritas orang yang menyampaikan, yaitu para nabi dan rasul. Syarat dari objek agama adalah tidak harus diverifikasi atau diuji.
Pengetahuan bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Pengetahuan dipergunakan dalam rumah tangga, pertanian, perikanan, dan sebagainya. Pengetahuan yang digunakan seseorang terutama untuk kehidupan sehari-hari tanpa mengetahui seluk beluknya disebut pengetahuan biasa atau pengetahuan saja. Contohnya, seorang petani tahu benar berapa jumlah pupuk yang harus disiram pada tanamannya, tapi ia tidak benar-benar tahu mengapa jika terlalu banyak atau kekurangan pupuk maka kualitas tanamannya menurun. Dan juga, petani itu tahu benar kapan harus mulai menanam satu jenis tanaman dan kapan memanennya. Akan tetapi, ia tidak benar-benar tahu mengapa tanaman itu harus ditanam pada saat itu dan dipanen pada saat berikutnya. Ia hanya tahu bahwa demikianlah apa yang diberitahukan kepadanya secara turun temurun, juga berdasarkan apa yang ia dapat dari pengalamannya sendiri. Sebaliknya, pengetahuan yang digunakan seseorang dengan harus tahu benar apa sebabnya demikian dan mengapa demikian. Jenis pengetahuan ini disebut ilmu. Contohnya, seorang mahasiswa pertanian yang bahkan belum pernah bercocok tanam sendiri tahu benar berapa banyak pupuk yang harus diberikan pada jenis tanaman tertentu. Ia tahu benar apa sebabnya demikian dan mengapa demikian.
Karena tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu, maka terdapat sejumlah persyaratan agar pengetahuan (knowledge) layak disebut ilmu (science). Persyaratan ini disebut sifat ilmiah. Ada 4 syarat agar pengetahuan dapat disebut ilmu, yaitu:
1. Sistematis, yaitu tersusun dalam sebuah rangkaian sebab akibat. Untuk mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis, sehingga membentuk suatu sistem, yang artinya utuh menyeluruh, terpadu, menjelaskan rangkaiansebab akibat menyangkut objeknya.
2. Metodis, yaitu cara. Dalam upaya mencapai kebenaran, selalu terdapat kemungkinan penyimpangan. Oleh karena itu, harus diminimalisasi. Konsekuensinya, harus terdapat cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran.
3. Objektif, yaitu sesuai dengan objeknya. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yaitu persesuaian tahu dengan objek, dan karena itu disebut kebenaran objektif, bukan berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
4. Universal, yaitu secara keseluruhan (umum). Kebenaran yang hendak dicapai bukan yang tertentu saja, melainkan yang bersifat umum. Dengan kata lain, pengetahuan tentang yang khusus, yang tertentu saja tidak diinginkan. Pola pikir yang digunakan adalah pola pikir induktif, yaitu cara berpikir dari hal-hal khusus sampai pada kesimpulan umum. Contohnya, Segitiga lancip, jumlah sudutnya 180 derajat. Segitiga siku-siku, jumlah sudutnya 180 derajat. Segitiga tumpul, jumlah sudutnya 180 derajat. Maka, ditarik kesimpulan secara umum bahwa semua segitiga bersudut 180 derajat, apapun bentuk segitiga itu.
dengan demikian, jika pengetahuan hendak disebut ilmu, ia harus memenuhi sifat ilmiah sebagai syarat ilmu, yaitu Sistematis, Metodis, Objektif, Universal. Syarat dari objek ilmu adalah harus bisa diverifikasi atau diuji.
Dalam kehidupannya, manusia memiliki pengetahuan yang beraneka ragam. Terdapat 4 jenis pengetahuan yang dimiliki oleh manusia, yaitu:
1. Pengetahuan biasa, yaitu pengetahuan yang kita tahu begitu saja.
2. Pengetahuan ilmu / Ilmu Pengetahuan / Ilmu
3. Pengetahuan agama / teologi, yaitu pengetahuan Ketuhanan
4. Pengetahuan filsafat

Seluruh ilmu hakikatnya berasal dari filsafat. Darinyalah seluruh ilmu berasal, darinya pula seluruh ilmu dan pengetahuan manusia dilahirkan. Sikap dasar selalu bertanya menjadi ciri filsafat, menurun pada berbagai cabang ilmu yang semula berinduk padanya. Karenanya, dalam semua ilmu terdapat kecenderungan dasar itu. Manakala ilmu mengalami masalah yang sulit dipecahkan, ia akan kembali pada filsafat dan memulainya dengan sikap dasar untuk bertanya. Dalam filsafat, manusia mempertanyakan apa saja dari berbagai sudut, secara totalitas menyeluruh, menyangkut hakikat inti, sebab dari segala sebab, mancari jauh ke akar, hingga ke dasar.
Filsafat bermula dari pertanyaan dan berakhir pada pertanyaan. Hakikat filsafat adalah bertanya terus-menerus, karenanya dikatakan bahwa filsafat adalah sikap bertanya itu sendiri. Dengan bertanya, filsafat mencari kebenaran. Namun, filsafat tidak menerima kebenaran apapun sebagai sesuatu yang sudah selesai. Yang muncul adalah sikap kritis, meragukan terus kebenaran yang ditemukan. Dengan bertanya, orang menghadapi realitas kehidupan sebagai suatu masalah, sebagai sebuah pertanyaan, tugas untuk digeluti, dicari tahu jawabannya.
Terdapat tiga karakteristik dalam berpikir filsafat, yaitu mendasar, spekulatif, dan menyeluruh. Berdasarkan tiga karakteristik tersebut, maka pokok permasalahan yang dikaji filsafat mencakup tiga wilayah utama, yaitu wilayah ada, wilayah pengetahuan, dan wilayah nilai. Dan juga, ketiga wilayah tersebut akan digunakan ketika membahas filsafat ilmu.
Filsafat ilmu merupakan bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Terdapat tiga aspek dalam filsafat ilmu, yaitu:
1. Ontologi, yaitu berada dalam wilayah ada. Kata Ontologi berasal dari Yunani, yaitu onto yang artinya ada dan logos yang artinya ilmu. Dengan demikian, ontologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang keberadaan. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: apakah objek yang ditelaah ilmu? Bagaimanakah hakikat dari objek itu? Bagaimanakah hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan dan ilmu?
2. Epistemologi, yaitu berada dalam wilayah pengetahuan. Kata Epistemologi berasal dari Yunani, yaitu episteme yang artinya cara dan logos yang artinya ilmu. Dengan demikian, epistemologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang bagaimana seorang ilmuwan akan membangun ilmunya. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: bagaimanakah proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan menjadi ilmu? Bagaimanakah prosedurnya? Untuk hal ini, kita akan mengarah ke cabang fisafat metodologi.
3. Aksiologi, yaitu berada dalam wilayah nilai. Kata Aksiologi berasal dari Yunani, yaitu axion yang artinya nilai dan logos yang artinya ilmu. Dengan demikian, aksiologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai etika seorang ilmuwan. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: untuk apa pengetahuan ilmu itu digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaannya dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan metode ilmiah yang digunakan dengan norma-norma moral dan profesional? Dengan begitu , kita akan mengarah ke cabang fisafat Etika.
Sedangkan apabila ilmu komunikasi dimaknai sebagai ilmu yang mempelajari penyampaian pesan antarmanusia, dapat dinyatakan bahwa filsafat ilmu komunikasi mencoba mengkaji ilmu komunikasi dari segi ciri-ciri, cara perolehan, dan pemanfaatannya. Oleh karena itu, filsafat ilmu komunikasi mencoba untuk menjawab tiga pertanyaan pokok sebagai berikut:
1. Ontologi. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: Apakah ilmu komunikasi? Apakah yang ditelaah oleh ilmu komunikasi? Apakah objek kajiannya? Bagaimanakah hakikat komunikasi yang menjadi objek kajiannya?
2. Epistemologi. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan menjadi ilmu? Bagaimanakah prosedurnya, metodologinya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar bisa mendapat pengetahuan dan ilmu yang benar dalam hal komunikasi? Apa yang dimaksud dengan kebenaran? Apakah kriteria kebenaran dan logika kebenaran dalam konteks ilmu komunikasi?
3. Aksiologi. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: Untuk apa ilmu komunikasi itu digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan pengetahuan dan ilmu tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimanakah kaitan ilmu komunikasi berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara operasionalisasi metode ilmiah dalam upaya melahirkan dan menemukan teori-teori dan aplikasi ilmu komunikasi dengan norma-norma moral dan profesional?
Tidak sebagaimana dengan ilmu-ilmu alam yang objeknya eksak, misalnya dalam biologi akan mudah untuk membedakan kucing dengan anjing, mana jantung dan mana hati, sehingga tidak memerlukan pendefinisian secara ketat. Tidak demikian halnya dengan ilmu-ilmu sosial yang objeknya abstrak. Ilmu komunikasi berada dalam rumpun ilmu-ilmu sosial yang berobjek abstrak, yaitu tindakan manusia dalam konteks sosial. Komunikasi sebagai kata yang abstrak sulit untuk didefinisikan. Para pakar telah membuat banyak upaya untuk mendefinisikan komunikasi. Ilmu komunikasi sebagai salah satu ilmu sosial mutlak memberikan definisi tajam dan jernih guna menjelaskan objeknya yang abstrak itu.
Tidak semua peristiwa merupakan objek kajian ilmu komunikasi. Sebagaimana diutarakan, objek suatu ilmu harus terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya. Karena objeknya yang abstrak, syarat objek ilmu komunikasinya adalah memiliki objek yang sama, yaitu tindakan manusia dalam konteks sosial. Artinya, peristiwa yang terjadi antarmanusia. Contoh, Anda berkata kepada seorang teman, ”Wah, maaf, kemarin saya lupa menelepon.” Peristiwa ini memenuhi syarat objek ilmu komunikasi , yaitu bahwa yang dikaji adalah komunikasi antarmanusia, bukan dengan yang lain selain makhluk manusia.
Telah diketahui ilmu komunikasi memiliki sejumlah ilmu praktika, yaitu Hubungan Masyarakat, Periklanan, dan Jurnalistik. Misalnya, jika ilmu komunikasi juga mempelajari penyampaian pesan kepada makhluk selain manusia, bagaimanakah agar pesan kehumasan yang ditujukan kepada bebatuan serta tumbuhan yang tercemar limbah perusahaan sehingga memberi respon positif mereka? Dengan kata lain, penyampaian pesan kepada makhluk selain manusia akan mencederai kriteria objek keilmuannya.
Terdapat beraneka ragam definisi komunikasi, hingga pada tahun 1976 saja Dance dan Larson berhasil mengumpulkan 126 definisi komunikasi yang berlainan. Mereka mengidentifikasi tiga dimensi konseptual penting yang mendasari perbedaan dari ke-126 definisi temuannya, yaitu:
1. Tingkat observasi atau derajat keabstrakannya
Yang bersifat umum, misalnya definisi yang menyatakan bahwa komunikasi adalah proses yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lainnya dalam kehidupan. Yang bersifat terlalu khusus, misalnya definisi yang menyatakan bahwa komunikasi adalah alat untuk mengirimkan pesan militer, perintah, dan sebagainya melalui telepon, telegraf, radio, kurir, dan sebagainya.
2. Tingkat kesengajaan
Yang mensyaratkan kesengajaan, misalnya definisi yang menyatakan komunikasi adalah situasi-situasi yang memungkinkan suatu sumber mentransmisikan suatu pesan kepada seorang penerima dengan disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima. Sementara definisi yang mengabaikan kesengajaan, misalnya dari Gode yang menyatakan komunikasi sebagai proses yang membuat sesuatu dari yang semula dimiliki oleh seseorang atau monopoli seseorang menjadi dimiliki oleh dua orang atau lebih.
3. Tingkat keberhasilan dan diterimanya pesan
Yang menekankan keberhasilan dan diterimanya pesan, misalnya definisi yang menyatakan bahwa komunikasi adalah proses pertukaran informasi untuk mendapatkan saling pengertian. Sedangkan yang tidak menekankan keberhasilan, misalnya definisi yang menyatakan bahwa komunikasi adalah proses transmisi informasi.
Dengan beragamnya definisi komunikasi, sementara definisi itu diperlukan untuk menggambarkan objek ilmu komunikasi secara jelas dan jernih, maka pada tahun 1990-an para teoritisi komunikasi berdebat dan mempertanyakan apakah komunikasi harus disengaja? dan Apakah komunikasi harus diterima (received)? Setelah beradu argumentasi, para ahli sepakat untuk tidak sepakat dan menyatakan bahwa sekurang-kurangnya terdapat tiga perspektif (sudut pandang) / paradigma yang dapat diakomodir.
Paradigma adalah cara pandang seseorang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhi dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif), dan bertingkah laku (konatif). Karenanya, paradigma sangat menentukan bagaimana seorang ahli memandang komunikasi yang menjadi objek ilmunya. Berikut ini adalah uraian atas ketiga paradigma sebagai hasil ”kesepakatan untuk tidak sepakat” dari para teoritisi komunikasi:
1. Paradigma-1
Komunikasi harus terbatas pada pesan yang sengaja diarahkan seseorang dan diterima oleh orang lainnya. Paradigma ini menyatakan bahwa pesan harus disampaikan dengan sengaja, dan pesan itu harus diterima. Artinya, untuk dapat terjadi komunikasi, syaratnya harus terdapat komunikator pengirim, pesan itu sendiri, dan komunikan penerima. Implikasinya, jika pesan tidak diterima, tidak ada komunikan, karena tidak ada manusia yang menerima pesan. Jadi tidak ada komunikasi dan proses komunikasi yang merupakan kajian paradigma ini. Misalnya, ketika seorang teman melambai pada kita tapi kita tidak melihat, ini bukan komunikasi yang menjadi kajiannya, karena kita selaku komunikan tidak menerima pesan itu.
2. Paradigma-2
Komunikasi harus mencakup semua perilaku yang bermakna bagi penerima, apakah disengaja atau tidak. Paradigma ini menyatakan bahwa pesan tidak harus disampaikan dengan sengaja, tapi harus diterima. Paradigma ini relatif mengenal istilah komunikan penerima. Biasanya dalam penggambaran model, pada dua titik pelaku komunikasi dinamai sebagai komunikator mengingat keduanya mempunyai peluang untuk menyampaikan pesan, baik disengaja maupun tidak, yang dimaknai oleh pihak lainnya. Atau, keduanya disebut sebagai komunikan yang dimaknai sebagai semua manusia pelaku komunikasi. Intinya, selama ada pemaknaan pesan pada salah satu pihak, adalah komunikasi yang menjadi kajiannya. Maka ketika kita dengan tidak sengaja melenggang di tepi jalan dan supir taksi berhenti serta bertanya, ”Taksi, pak?” ini adalah komunikasi yang menjadi kajiannya karena supir itu telah memaknai lenggangan kita yang tidak sengaja sebagai panggilan terhadapnya, tanpa terlalu mempersoalkan siapa pengirim dan penerima.
3. Paradigma-3
Komunikasi harus mencakup pesan-pesan yang disampaikan dengan sengaja, namun derajat kesengajaan sulit untuk ditentukan. Paradigma ini menyataan bahwa pesan harus disampaikan dengan sengaja, tapi tidak mempersoalkan apakah pesan diterima atau tidak. Artinya, untuk dapat terjadi komunikasi, syaratnya harus terdapat komunikator pengirim, pesan, dan target komunikan penerima. Ketika seorang teman melambaikan tangan tapi kita tidak melihat, ini merupakan komunikasi yang menjadi kajiannya. Pertanyaannya adalah mengapa pesan itu tidak kita terima? Gangguan apa yang sedang terjadi, apakah pada salurannya? Atau pada alat penerima (mata kita)? Atau ada hal lainnya?
Ketiga paradigma ini dapat digambarkan dalam tabel sebagai berikut:
Tiga Paradigma Objek Kajian Ilmu Komunikasi
Sengaja Diterima Syarat
Paradigma-1 V V Komunikator, pengirim pesan, dan komunikan penerima.
Paradigma-2 X V Tidak mempersoalkan komunikator – komunikasi selama ada pihak yang menerima dan memaknai pesan. Seluruh pelaku komunikasi disebut komunikator atau bahkan mendefinisikannya sebagai komunikan, yaitu manusia pelaku komunikasi.
Paradigma-3 V X komunikator pengirim, pesan, dan target komunikan penerima


DAFTAR PUSTAKA

 Effendy, Onong Uchjana, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung.1993
 Mulyana, Deddy, Ilmu Komunikasi, Penerbit PT Remaja Rosdakarya, Bandung.2005
 Liliweri, Alo, Komuniukasi Antarpribadi, Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung.1997
 Vardiansyah, Dani, Filsafat Ilmu Komunikasi, Penerbit PT Indeks, Jakarta.2008